Pada tanggal 7 Desember 2022 parlemen Peru melakukan kudeta terhadap presiden Pedro Castillo. Pemerintahan baru hasil dari kudeta ini menempatkan Dina Boluarte sebagai penggantinya. Kudeta ini memantik gerakan perlawanan di seluruh Peru. Mobilisasi dari serikat buruh, petani maupun kaum muda memaksa rezim baru untuk menetapkan darurat militer.
Dalam sepekan ini saja gerakan perlawanan memasuki tahapan yang krusial. Pemerintah menggunakan represi brutal menghadapi demonstran. Sejauh ini menyebabkan 45 orang tewas. Sekarang radikalisasi telah berkembang mencapai proporsi pemberontakan sosial. Buruh, tani dan kaum muda berdemonstrasi dan memblokade jalan. Mereka juga telah menyerukan pemogokan nasional untuk melawan kudeta ini. Radikalisasi mendorong massa untuk berani menyebut gerakan mereka sebagai pemberontakan rakyat. Siapa dalang di balik kudeta dan bagaimana prospek gerakan massa ini?
Pedro Castillo terpilih sebagai presiden mengalahkan kandidat dari kelas penguasa dan juga demagog sayap kanan Keiko Fujimori, putri mantan diktator Alberto Fujimori. Kampanye Castillo di bawah slogan “tidak pernah lagi orang miskin di negeri yang kaya” mendapatkan gaung di antara jutaan pekerja dan petani terutama di wilayah miskin di negara tersebut. Di beberapa distrik pertambangan menang dengan suara lebih dari 80 persen. Slogan tersebut membawa harapan dari jutaan yang selama ini terampas dan tereksploitasi di bawah kelas kapitalis pertambangan.
Apa yang membuat Castillo mendapatkan dukungan rakyat adalah karena dia berjanji untuk menasionalisasi ulang ladang gas Camisea dan menegosiasi ulang kontrak karya pertambangan. Tembaga dan emas merupakan produk mineral utama dari negara itu. Selain itu juga perusahaan pertambangan ini merupakan sumber terbesar dari ekspor negara dan pendapatan pemerintah.
Peru merupakan negara kaya, tapi kekayaan dan sumber daya ini berada di tangan segelintir kelas kapitalis parasit. Kekayaan ini mengalir ke perusahaan kapitalis multinasional yang berbasis di AS, Inggris, Kanada dan Meksiko. Di mata jutaan rakyat, nasionalisasi ini jelas akan memberikan perubahan bagi nasib mereka yang selama ini dimiskinkan sistem.
Castillo mengancam jika perusahaan-perusahaan ini tidak setuju untuk merundingkan kembali kontrak karya tersebut, maka perusahaan ini akan dinasionalisasi. Hal ini tentu saja menimbulkan kekhawatiran di antara oligarki kapitalis Peru dan perusahaan-perusahaan besar yang mengontrol ekonomi negara.
Kendati serangan fitnah dan manipulasi, Castillo berhasil memenangkan pemilu ini. Sejak awal oligarki kapitalis telah menolak kemenangan Castillo. Mereka langsung melancarkan mosi untuk mencopot para menteri-menteri di bawah Castillo, bahkan mereka menyuarakan supaya Castillo sendiri dicopot dari jabatannya. Namun apa yang membuat kelas oligarki kapitalis berani melancarkan serangannya adalah kenaifan dari Castillo dan partainya Peru Libre.
Pertama, Castillo adalah seorang reformis. Dia bermimpi bahwa program politik dan reformasi sosialnya bisa dicapai tanpa menggulingkan kapitalisme. Kedua, Castillo melihat perjuangan ini hanya semata pada aritmetika parlementer borjuis. Ketiga, tidak ada upaya seruan dari Castillo dan partainya memobilisasi massa untuk memperjuangkan tuntutannya. Semua ini membuat Castillo sendiri terjebak dalam kerangka sempit institusionalitas borjuis.
Kondisi demikianlah yang membuat dia berkali-kali membuat konsesi besar terhadap kekuatan kapitalis. Dia rela mencopot kanselir yang tidak disukai kelas kapitalis pertambangan. Dia mengganti juga orang-orang yang tidak disukai oleh federasi majikan CONFIEP untuk mencapai kompromi. Langkah-langkah kompromi demikian membuat kelas kapitalis semakin percaya diri dan menuntut lebih, dan bahkan menjadi berani meluncurkan kudeta. Tidak hanya itu saja, setiap konsesi yang diberikan Castillo kepada kapitalis melemahkan dukungan rakyat pekerja kepadanya, dan membuat pijakannya semakin goyah. Ini menunjukkan kesalahan fatal dari Castillo. Reformisme inilah yang menjadi akar dari kudeta yang dilakukan kelas kapitalis terhadap Castillo.
Kudeta yang sudah dipersiapkan
Pada tanggal 7 Desember, parlemen Peru mengadakan pertemuan dimana mayoritas anggota parlemen mendukung supaya Castillo lengser dari jabatannya. Aksi ini dipelopori oleh partai sayap kanan yang dibelakangi oleh asosiasi majikan CONFIEP. Sekutu Castillo, yakni wakil presidennya sendiri, berkhianat dan mengikuti jajaran pelaku kudeta. Kaum oligarki hendak mengkooptasi Boluarte dengan tujuan seolah memberi legitimasi terhadap aksi kudeta ini.
Ketika Castillo mendengar aksi kudeta tersebut, dia justru memohon pada OAS (Organisasi Negara Amerika) untuk mendukungnya dan untuk mengecam pemecatannya sebagai tindakan yang tidak konstitusional. Namun OAS, yang merupakan kaki tangan imperialis Amerika, justru mendukung tindakan dari parlemen untuk menyingkirkannya. Ini menunjukkan sekali lagi kenaifan dari Castillo, yang berusaha bersandar pada apa yang disebut komunitas internasional, alih-alih segera menyerukan aksi massa kepada rakyat miskin yang mendukungnya. Putus asa tidak mendapatkan sekutu dari mana pun, Castillo berupaya melarikan diri ke kedutaan Argentina namun berhasil ditangkap oleh militer.
Ke mana arah gerakan ini?
Gerakan perlawanan terus menyebar di seluruh wilayah di Peru. Pemogokan terus meluas di antara kelas pekerja. Tuntutan gerakan ini sangat jelas: kebebasan untuk Castillo, penggulingan Boluarte, pemilu ulang dan pembentukan sebuah majelis konstituante yang baru. Ini adalah tuntutan-tuntutan dasar demokratik untuk melawan kudeta. Tetapi kaum buruh dan tani memahami bahwa pemilihan baru dengan sendirinya tidak akan menyelesaikan masalah. Seluruh sistem politik yang ada telah membusuk dari cabang sampai ke akar-akarnya. Semua ini ada untuk mempertahankan kepentingan kelas penguasa.
Apa yang seharusnya diajukan oleh gerakan ini adalah: siapa yang nantinya akan memimpin bangsa ini? Apakah itu mayoritas kelas pekerja dan petani miskin? Atau oligarki kapitalis yang selama ini berkuasa?
Di mata jutaan massa buruh dan petani miskin masalah majelis konstituante adalah perombakan menyeluruh kekuasaan politik. Bagi mereka ini adalah kesempatan untuk membangun kekuasaan mereka sendiri. Namun majelis konstituante itu sendiri hanyalah reformasi politik. Kami memperingatkan bahwa selama kelas buruh tidak merebut tuas-tuas ekonomi penting negara di bawah kendali mereka, maka majelis konstituante tidak akan menyelesaikan masalah dasar dari kelas buruh dan tani di Peru.
Pengalaman ini telah ditunjukkan dengan jelas oleh beberapa negara seperti Bolivia pada 2006. Karena kendali ekonomi masih berada di segelintir kelas kapitalis, maka majelis konstituante yang terbentuk saat itu akhirnya digunakan untuk mengarahkan gerakan ke jalur aman konstitusional borjuis.
Dalam memperjuangkan tuntutan demokratik, kaum revolusioner menunjukkan perlunya menjawab pertanyaan tentang siapa yang mengendalikan tuas-tuas ekonomi negara. Itu artinya tidak hanya mengubah konstitusi lama dari Fujimori, tapi juga mengambil alih 17 grup perusahaan pertambangan yang menguasai hajat hidup rakyat Peru dan menyerahkannya ke tangan kelas pekerja. Hanya dengan meletakkan kekuasaan di tangan kelas pekerja, slogan “tidak ada lagi orang miskin di negara yang kaya” bisa dipraktekkan.
Agar dapat memenangkan pertarungan ini pemogokan umum perlu diperluas secara nasional. Kami menyerukan pembentukan sebuah Majelis Revolusioner Buruh dan Tani yang diisi oleh perwakilan-perwakilan yang dipilih dari setiap tempat kerja, komunitas buruh dan komunitas tani. Badan ini akan menjadi organ demokratik perlawanan kelas pekerja, untuk mengambil alih kekuasaan. Hanya dengan aksi massa revolusioner, dengan program yang menyita kekuasaan ekonomi dan politik kaum kapitalis, maka perjuangan ini memiliki peluang riil untuk menang.