Gelombang revolusioner yang bergerak melalui Timur Tengah telah memperoleh dimensi baru dengan letusan massa Palestina di sepanjang perbatasan Israel akhir pekan lalu. Setiap tanggal 15 Mei, warga Palestina memperingati Nakba (bencana) deklarasi kemerdekaan negara Israel tanggal 15 Mei 1948. Dalam beberapa tahun terakhir, protes telah ditandai dengan bentrokan antara pasukan keamanan Israel dan lemparan batu para pemuda Palestina, tapi kemarin untuk pertama kalinya peringatan tersebut terasa lebih luas dan lebih militan.
Pembentukan Negara Israel disertai dengan kekerasan, teror dan pengusiran paksa dari satu setengah juta rakyat Palestina dari rumah dan dan tanah mereka, yang mengubah orang-orang Palestina yang telah lari dari perang ini menjadi pengungsi tanpa kewarganegaraan. Kekerasan masih berlanjut sampai hari ini, seperti yang ditunjukkan oleh peringatan 63 tahun Nakba kepada dunia. Sedikitnya sembilan orang dilaporkan tewas dan tidak diketahui berapa jumlah orang yang terluka ketika tentara Israel menembaki para demonstran.
Di seberang Tepi Barat dan Gaza, ribuan demonstran turun ke jalan, memegang kunci-kunci tua untuk melambangkan impian mereka untuk merebut kembali rumah mereka yang hilang ketika negara Israel dideklarasikan. Demonstrasi berjalan dengan damai sampai mereka diserang saat mendekati pos pemeriksaan yang dijaga oleh pasukan Israel. Para demonstran Palestina ini bergerak ke tiga pos perbatasan yang berbeda : Lebanon, Suriah dan Gaza. Dua orang tewas dan lebih dari 100 lainnya terluka setelah pasukan Israel melepaskan tembakan ketika 200 pengunjuk rasa menerobos pagar perbatasan antara Suriah dan Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel, yang telah berada di bawah kendali Israel sejak Perang Enam Hari di tahun 1967.
Para pengunjuk rasa menunjukkan keberanian yang besar dalam melintasi perbatasan yang dijaga oleh tentara bersenjata, yang diapit oleh ladang ranjau dan patroli tentara PBB, serta pasukan Israel dan Suriah.Ini adalah pertama kalinya ada orang yang menerobos pagar perbatasan. The New York Times melaporkan: “Konfrontasi terbesar terjadi di Dataran Tinggi Golan ketika ratusan orang Palestina yang tinggal di Suriah menerobos pagar perbatasan dan berhamburan masuk ke desa Majdal Syams, melambai-lambaikan bendera Palestina. Tentara menembaki kerumunan, menewaskan empat orang dari mereka. “
Penduduk setempat menyambut para penyusup seperti pahlawan, bergabung bersama mereka saat mereka berjalan menuju alun-alun utama bernyanyi dan mengibar-ngibarkan bendera Palestina. Massa yang menerobos perbatasan Suriah ini membuat kepala keamanan Israel bingung total. Selama berminggu-minggu mereka telah mengumumkan bahwa mereka telah mengantisipasi masalah pada hari Minggu dan bahwa Pasukannya yang telah siap siaga. Tetapi saksi mata di Majdal Syams mengatakan hanya segelintir saja tentara Israel yang sedang bertugas pada hari Minggu itu dan terkejut ketika lebih dari 1.000 bus muncul di sisi perbatasan Suriah.
Tentu saja mereka jelas tidak mengharapkan respon sebesar itu dan tidak siap menghadapinya. Pembantaian yang dilakukan oleh mereka adalah respon kepanikan. “Saya tidak berpikir mereka benar-benar siap menghadapi apa yang dapat terjdi. Butuh satu jam menunggu pasukan pendukung untuk datang,” kata Majdal Syams, warga Shefaa Abu Jabal. “Mereka menyeberang ke desa dan bahkan tidak satu ranjau darat pun meledak, meskipun sepanjang hidup kami telah memahami bahwa tempat ini penuh dengan ranjau.”
Ada lebih banyak pembunuhan lagi di Gaza, di mana ribuan rakyat Palestina bergerak melewati pos pemeriksaan Hamas menuju perbatasan Erez bersebrangan dengan Israel. The Independent melaporkan : Tentara perbatasan Israel “melepaskan tembakan dari tank dan senapan mesin”. “Tembakan peringatan” Israel datang setidaknya dari dua tank dan senapan mesin di lapangan terbuka dekat dengan demonstran. Dokter di Gaza mengatakan satu orang tewas dan lebih dari 40 terluka dalam “insiden ini”.
Seperti biasanya dalam gaya bahasa yang munafik, The Independent menggambarkan hal ini sebagai “bentrokan antara demonstran Palestina dan pasukan keamanan Israel”, seolah-olah orang bisa membayangkan bahwa kedudukan demonstran yang tak bersenjata sama kuatnya dengan tentara Israel yang bersenjata. Di kamp pengungsi Kalandia yakni sebelah utara Yerusalem, ratusan pemuda Palestina melemparkan batu dan bom molotov pada pasukan Israel yang menembakkan gas air mata dan peluru karet. Bentrokan juga terhadi di Hebron, Wallajeh dan Yerusalem Timur.
The New York Times menulis :
” ‘Ini adalah perang, kita sedang membela bangsa kita,’ kata Amjad Abu Taha, pemuda 16 tahun dari Betlehem yang dia mengambil bagian bersama ribuan demonstran lainnya di kota Ramallah di Tepi Barat dekat pos pemeriksaan militer utama Israel. Dia memegang sebatang rokok di satu tangan dan sebuah batu di tangan lainnya. Sedangkan ratusan pasukan Israel yang menggunakan pistol listrik dan gas air mata berkeliaran di daerah tersebut.
“Di Gaza, protes terhadap Israel juga mengakibatkan pasukan Israel menembaki kerumunan demonstran dan melukai puluhan orang. Polisi Hamas menghentikan bus yang membawa pengunjuk rasa di dekat persimpangan utama ke Israel, tapi puluhan demonstran yang berjalan kaki mencapai titik yang lebih dekat pada perbatasan Israel dari mereka telah dicapai dalam tahun. (…) Lalu, dalam insiden terpisah, Gazan (18 tahun) ditembak dan dibunuh oleh pasukan Israel ketika ia berada di dekat pagar perbatasan, militer Israel mengatakan, Gazan berusaha menanam bahan peledak.”
Gambarannya cukup jelas: di satu pihak, kaum muda Palestina dipersenjatai hanya dengan batu, di lain pihak, tentara-tentara Israel melakukan kekerasan dengan menggunakan pistol listri, gas air mata – dan peluru tajam. Di Gaza, mereka mengakui bahwa mereka “menembaki kerumunan dan melukai lusinan orang.” Disini tidak ada kepura-puraan mengenai “menembak ke udara”. Tetapi untuk membuat kematian kaum muda Palestina ini lebih dapat diterima, mereka mengatakan bahwa salah satu dari mereka “dekat dengan pagar perbatasan” (seberapa dekat?) dan “mencoba menanamkan bahan peledak” (peledak apa?). Juga menarik bahwa Hamas mencoba (dan gagal) menghentikan para demonstran yang bergerak ke perbatasan.
Penguasa Israel Ketakutan
Benjamin Netanyahu kemudian menyatakan bahwa tentara Israel bertindak untuk “membela diri”: “Saya memerintahkan Angkatan Pertahanan Israel untuk bertindak dengan menahan diri secara maksimal, tapi juga untuk mencegah infiltrasi ke perbatasan kita,” kata Perdana Menteri Israel. “Semua orang harus tahu bahwa kami bertekad untuk melindungi perbatasan kami dan kedaulatan kami.”
Dengan cara ini, Israel sedang berusaha untuk menggambarkan peristiwa terakhir sebagai “invasi” yang merupakan ancaman terhadap kedaulatan Israel. Tapi invasi seperti apa ketika orang-orang tak bersenjata melintasi perbatasan yang dijaga dengan kekuatan bersenjata dan kekerasan? Dan ancaman seperti apa yang diberikan oleh pria dan wanita yang tak bersenjata kepada prajurit bersenjata berat?
Dalam beberapa kasus para demonstran melemparkan batu. Namun pasukan Israel mebalasanya dengan tembakan dari tank. Mereka mengatakan bahwa mereka hanya “menembak ke udara”. Dalam hal itu, mereka harusnya dihukum dengan keras karena ketidakmampuan mereka dalam menembak, karena peluru yang katanya ditembakkan ke udara berhasil menewaskan sedikitnya delapan orang, yang tentu saja tembakan ini tidak ke udara tapi pasti di tanah
Juru bicara militer Israel, Kapten Barak Raz, mengatakan bahwa pasukan Israel di perbatasan Suriah “hanya menembaki orang-orang penyusup yang berusaha untuk merusak barisan pengamanan dan prangkatnya.” Jadi yang ditembak mati itu bukanlah orang yang mengancam nyawa tentara Israel, tapi hanya mencoba untuk merusak kawat berduri dan penghalang yang didirikan untuk menjaga mereka agar tidak keluar dari negeri mereka sendiri. Untuk pelanggaran ini mereka harus membayarnya dengan nyawa mereka sendiri. Di pihak yang lain, sekitar 13 tentara Israel telah dilaporkan dalam kondisi “luka ringan” karena lemparan batu.
Alkitab bercerita mengenai Daud, seorang anak gembala yang berhadapan dengan raksasa “Goliat” dengan lemparan batu dari ketapel. Dia berhasil membunuh raksasa itu. Tapi “Goliat” hari ini memiliki persenjataan yang lebih baik, dan membalas batu-batu itu dengan tembakan otomatis. Paham akan cerita Daud dan Goliat dan implikasinya, Israel selalu saja mencoba berusaha untuk menempatkan diri mereka sebagai korban yang tak berdosa yang hanya membela diri dari musuh jahat yang ingin menghancurkan mereka. Itulah sebabnya para pejabat Israel menggambarkan peritsiwa ini sebagai “provokasi” yang dilakuan oleh Iran.
Juru bicara utama militer Israel, Brigjen. Jenderal Yoav Mordechai, mengatakan pada radio Israel bahwa ia “melihat sidik jari Iran” dalam konfrontasi terkoordinasi ini meskipun dia tidak bisa mebuktikannya. Juru bicara Israel lainnya menyalahkan Suriah.Yoni Ben-Menachem, kepala Radio Israel urusan analis Arab, mengatakan tampaknya mungkin Presiden Bashar al-Assad dari Suriah mencoba untuk mengalihkan perhatian dari masalah-masalah yang dihadapinya yang disebabkan oleh pemberontakan popular di negerinya dengan membiarkan konfrontasi di Golan Heights untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade.
“Dengan cara ini Suriah memberi kontribusi terhadap penyebab hari Nakba dan Assad memenangkan poin dengan membelokkan perhatian media dari apa yang terjadi di dalam Suriah,” tambahnya. Ini adalah kebohongan. Ahmed, seorang pengungsi Palestina dari kamp Yarmouk, membantah klaim tentara Israel bahwa protes Nakba ini direncanakan oleh Iran. “Kami tidak pernah merencanakannya,” katanya. “Kami menjadi sedikit bersemangat dan kami memutuskan untuk datang. Kami tidak berencana untuk menyeberang perbatasan. Militer mengatakan bahwa kita bisa berdiri di dekat perbatasan. Pasukan itu tidak tahu. Saya tidak berpikir tentara Suriah akan membiarkan kami jika mereka tahu. “
Ini kebohongan yang terang-terangan yang merupakan upaya untuk menyamarkan pembunuhan para demonstran Palestina yang tak bersenjata sebagai “pertahanan diri” melawan “musuh asing” (Iran dan Suriah). Pada kenyataannya, gerakan ini merupakan cerminan dari dampak Revolusi Arab di antara rakyat Palestina, yang membuktikan bahwa kekuatan massa mampu mengguncang negara dan tentara terkuat. Pararel yang tepat digambarkan oleh The New York Times:
“[…] Ini adalah tahun pertama dimana pengungsi Palestina di Suriah dan Libanon mencoba menembus perbatasan militer Israel karena terinspirasi oleh protes baru-baru ini di seluruh dunia Arab. Di sini juga, berita mengenai unjuk rasa itu tersebar di situs jejaring sosial “(penekanan oleh saya, AW).
Untuk melawan citra tentara Israel bersenjata yang menembak mati demonstran tak bersenjata, mesin propaganda Israel mengeluarkan laporan mengenai seorang sopir truk Arab Israel yang diduga menabrakkan truk ke mobil, bus dan pejalan kaki di Tel Aviv, menewaskan satu orang dan melukai lebih dari selusin orang lainnya. Polisi bergegas menggambarkan kejadian ini sebagai “serangan teroris”.
Kita tidak tahu apa penyebab kejadian di Tel Aviv. Tapi kita tahu bahwa pembunuhan berdarah dingin terhadap demonstran tidak bersenjata jelas adalah terorisme, dan kita lihat bahwa media bayaran tidak pernah menggunakan kata ini dalam kaitannya dengan tentara Israel. Ini adalah contoh lain dari apa yang disebut kemunafikan dan standar ganda dari kebebasan pers.
Impotensi Kepemimpinan
Suriah mengutuk penembakan ini sebagai “tindakan kriminal” oleh Israel. Tetapi orang-orang di Timur Tengah sekarang bertanya bagaimana mungkin pria dan wanita tak bersenjata mampu melakukan apa yang tentara Suriah belum mampu lakukan selama empat puluh tahun.
Pawai diadakan di ibukota Yordania dan di Lembah Yordan. Lima ratus orang, banyak orang dari Palestina, berdemo di Amman menuntut kedaulatan Palestina dan hak kembali bagi para pengungsi Palestina dan keturunan mereka ke wilayah yang sekarang dikuasai Israel.
Ratusan orang-orang Lebanon bersama dengan warga Palestina dari lebih dari sembilan kamp pengungsi di Lebanon bergerak menuju perbatasan, sekitar kota Maroun al-Ras, Lebanon, tempat dimana terjadi beberapa pertempuran terburuk dalam perang 2006 antara Israel dan Hizbullah. Mereka telah memasang poster seminggu yang lalu di jalan raya di Libanon. “Rakyat ingin kembali ke Palestina,” serupa dengan slogan-slogan popular di Mesir dan Tunisia, “Rakyat ingin Rezim tumbang.”
Menurut laporan pejabat Lebanon, di perbatasan Lebanon pasukan Israel menembaki ratusan warga Palestina yang mencoba untuk menyeberang, menewaskan empat pemrotes dan melukai puluhan lainnya. Meskipun tentara Lebanon mencoba untuk memblokir para demonstran saat tiba di perbatasan, beberapa dari berhasil mencapai perbatasan. Sejumlah saksi mata mengatakan mereka menempatkan bendera Palestina di pagar, dan beberapa melempar batu. Tentara Israel melepaskan tembakan dan sedikitnya empat tewas dan 30 luka-luka.
The Independent melaporkan bahwa :
“Insiden terburuk terjadi ketika ribuan demonstran, diangkut ke desa Lebanon selatan Maroun Al-Ras dengan bus, mengancam untuk menghancurkan pagar perbatasan setelah menggantung bendera pada kawat berduri. Pasukan Israel dan Lebanon melepaskan tembakan peringatan dan lima orang dilaporkan tewas. “
Dua hal harus dicatat mengenai laporan ini. Pertama, demonstrasi itu berhadapan dengan kedua tentara Israel dan Libanon. Matius Cassel, seorang saksi mata, melaporkan di Twitter: “tentara Lebanon mulai menembak di udara non-stop Ada yang diinjak, pengungsi melarikan diri..” Kedua, bagaimana bisa “tembakan peringatan” membunuh lima orang?
Demonstrasi rakyat Palestina terjadi di seluruh Tepi Barat dan Gaza. Rally utama diadakan di kota Ramallah, Tepi Barat, pusat pemerintahan dari apa yang disebut Otorita Palestina, rezim bobrok yang dipimpin oleh pemimpin yang menyedihkan yang ditetapkan oleh Perjanjian Oslo.
Mohammed Elayan, dari Komite Nasional Untuk Peringatan Nakba, mengatakan kepada ribuan orang. “Orang-orang Palestina hari ini lebih kuat dalam menghadapi pendudukan dan kebijakan pembersihan etnis. Konspirasi Zionis terhadap rakyat kita akan hancur menghadapi kegigihan kita.”
Dan Ismail Haniyeh, juru bicara dan perdana menteri Hamas, mengatakan kepada ribuan jamaah di sebuah masjid Gaza bahwa rakyat Palestina akan menandai Hari Nakba tahun ini “dengan harapan besar untuk mengakhiri proyek Zionis di Palestina”
Tapi ini hanya kata-kata kosong untuk memuaskan orang banyak. Kenyataan yang keras adalah bahwa enam puluh tiga tahun kemudian, negara Zionis tetap berkuasa. Para pemimpin tidak punya solusi. Baik roket Hamas maupun “negosiasi” dari PLO tidak memberikan hasil yang positif
Massa Palestina sangat sadar akan hal ini dan “gerakan persatuan” baru-baru ini, yang terinspirasi oleh revolusi Arab, sebenarnya adalah kritik terhadap kepemimpinan kedua organisasi Fatah dan Hamas yang telah memimpin perjuangan Palestina ke arah jalan buntu.
Netanyahu menjawab pemerintah persatuan Israel yang baru terbentuk dengan menyatakan bahwa “tidak ada tempat … untuk menyangkal keberadaan Negara Israel “. “Saya menyesal bahwa ada ekstremis di antara kaum Arab Israel dan di negara-negara tetangga yang telah mengubah hari di mana Negara Israel didirikan, hari di mana demokrasi Israel didirikan, menjadi hari hasutan, kekerasan dan kemarahan,” dia mengatakan hal ini di depan menteri-menteri kabinet di Yerusalem.
Orang-orang yang menghasut rakyat Palestina untuk geram dan melakukan kekerasan justru adalah Netanyahu dan pemerintahannya yang telah menginjak-injak HAM rakyat Palestina, dimana rakyat Palestina diperlakukan seperti rakyat jajahan di jaman kolonial. Kelas penguasa Israel sekarang bahkan menyiapkan apa yang disebut “Hukum Nakba “, yang akan membuat peringatan tersebut ilegal. Jika Anda mendorong orang untuk titik keputusasaan mereka akan merespon dengan langkah-langkah putus asa.
Lingkaran penguasa Israel tidak peduli terhadap pembom bunuh diri dan roket Hammas. Justru Israel menyambut mereka. Setiap roket yang jatuh pada sebuah desa Israel, setiap bis yang diledakkan di Yerusalem, menyediakan semua amunisi yang mereka butuhkan untuk menggembleng pendapat publik Israel untuk mendukung pemerintah dan tentara. Tapi protes Nakba ini adalah sesuatu yang berbeda. Pemerintah sayap kanan Benjamin Netanyahu begitu takutnya dengan Revolusi Mesir sehingga dia mengeluarkan perintah kepada menteri-menterinya untuk tidak mengomentari peristiwa di Mesir. Dengan tindakan mereka akhir pekan lalu, rakyat Palestina telah menunjukkan bahwa ada cara lain untuk maju ke depan: jalan aksi massa revolusioner. Ini juga satu-satunya metode yang dapat membelah masyarakat Israel sepanjang garis kelas
Mesir
Di Mesir, ribuan pengunjuk rasa di Kairo yang diorganisir melalui Facebook berencana berjalan ke Gaza. Di kota kedua Mesir, Alexandria, ribuan berbaris ke konsulat Israel setelah salat subuh di salah satu masjid utama sambil berteriak, “Dengan jiwa kami, dengan darah kami, kami menebusmu, Palestina.”
Hosni Mubarak, kaki tangan Amerika, telah terlibat dalam kejahatan kelas penguasa Israel. Secara efektif ia berpartisipasi dalam blokade Israel di Gaza dengan menutup perbatasan. Sebagian besar rakyat Mesir menganggap ini kemaluan nasional. Setelah menggulingkan Mubarak, rakyat menuntut agar Mesir berbuat lebih banyak untuk membantu Palestina. Di satu poster tertulis: “Rakyat ingin pembukaan perbatasan Rafah – sepenuhnya dan selama-lamanya.”
“Kami berdemonstrasi untuk menunjukkan bahwa Palestina ada di hati setiap kaum muslim,” kata Sameh Abu Bakar, seorang insinyur pertanian, di Tahrir Square Kairo, yang dihiasi dengan bendera Palestina merah, putih, hitam dan hijau. “Kami di sini hari ini untuk menunjukkan dukungan kami pada Palestina,” kata Muhammad Abdel-Salam, seorang aktivis berumur 22 tahun. “Kemenangan revolusi kita tidak akan lengkap tanpa pembebasan Palestina,” katanya kepada AP
Ribuan orang Mesir telah merencanakan untuk berdemo ke perbatasan Mesir-Gaza untuk bersolidaritas dengan rakyat Palestina, tetapi pasukan keamanan Mesir mencegah bus-bus yang membawa mereka. Tentara mendirikan pos-pos pemeriksaan di sepanjang jalan utama yang menuju ke Perbatasan Rafah. Pihak berwenang Mesir melarang pawai yang direncanakan ke Gaza, dengan alasan bahwa waktunya “tidak tepat”. Untuk para penguasa waktu tidak akan pernah tepat. Pemerintah mengerahkan Tentara dan polisi untuk mencegah demonstran menyebrangi Terusan Suez ke Sinai, rute mereka untuk mencapai Jalur Gaza.
Warga Mesir dan Palestina yang tinggal di Sinai menggelar protes di kota tetangga Al-Arish setelah shalat Jumat, meneriakkan slogan-slogan pro-Palestina dan menyerukan kepada tentara Mesir untuk mengizinkan para demonstran untuk melanjutkan perjalanan mereka. Reda Mustafa Amin, sekretaris jenderal dari sebuah aliansi kaum muda yang membantu menggulingkan Mubarak, mengatakan pengorganisir telah mengontrak 20 bus untuk membawa demonstran ke Sinai. Namun sumber keamanan Mesir mengatakan pihak berwenang telah memutuskan untuk membatasi jalur masuk ke Sinai untuk truk komersial dan penduduk dari Semenanjung Sinai dan meningkatkan penjagaan keamanan pada semua jalur akses ke Sinai. “Kami ingin mencegah orang-orang memasuki Sinai untuk hari Maret Agung,” kata salah satu sumber.
Tapi kebrutalan terbesar terjadi di Kairo, dimana polisi anti huru-hara Mesir menembakkan gas air mata dan peluru tajam untuk membubarkan ribuan demonstran pro-Palestina di luar Kedutaan Besar Israel. Para pengunjuk rasa membakar bendera Israel, meneriakkan slogan-slogan anti-Israel dan menyerukan pengusiran duta besar Israel dan penutupan kedutaan. Menurut saksi mata Mostafa Sheshtawy, demonstrasi itu berjalan “sangat damai dengan yel-yel biasa” sampai tentara menyerang dengan gas air mata dan tembakan. Sampai saat itu sepanjang hari “tidak ada bentrokan antara demonstran dan tentara dalam bentuk apapun. Sepanjang hari hanyalah yel-yel yang sama dan perdebatan di mana-mana. “
Sampai malam tiba, protes masih damai, tetapi beberapa demonstran mengguncang pagar dan berteriak-teriak lebih keras.
“Tiba-tiba Tentara mulai menembak di udara, orang-orang ketakutan dan melarikan diri untuk sementara, kemudian kembali dengan yel-yel yang lebih keras. Setelah meredah dan pengunjuk rasa merasa tenang, para demonstran mulai meneriakkan yel-yel lagi dengan damai. Satu jam kemudian, beberapa orang merobohkan pagar kecil dari tempat pemeriksaan keamanan tepat di samping Gerbang (pagar utama). Orang-orang mulai bersorak sorai dan situasi menjadi gaduh kembali.
“Para Demonstran memulai yel-yel, mereka mengangkat tangan mereka dengan maksud menyampaikan bahwa mereka ingin damai dan tak bermaksud jahat. Lalu yang lain mulai merobohkan pagar utama – Saya pikir mereka ingin masuk – dan mulai menyingkirkan semua penghalang antara tentara dan mereka. Setelah itu, mereka hanya berdiri di sana! TIDAK SATUPUN yang menyerang tentara, dan tidak ada satupun yang mencoba untuk memaksa diri masuk “
Kurang dari 10 menit kemudian, penembakan dimulai. Jalanan penuh dengan gas air mata, yang menyebabkan orang hampir buta. CSF (polisi anti huru hara) menembaki kerumunan dengan birdshot, taktik yang sama yang digunakan pada tanggal 28 Januari di Tahrir Square dan menyebabkan banyak demonstran kehilangan penglihatan mereka. Menurut Departemen Kesehatan sedikitnya 353 orang terluka di luar kedutaan, sebagian besar dari menghirup asap. Seorang pejabat keamanan mengatakan bahwa beberapa demonstran tertembak dan salah seorang pengunjuk rasa berada dalam kondisi kritis.
Mesir pada tahun 1979 menjadi negara Arab pertama yang menandatangani perjanjian perdamaian dengan Israel. Dewan militer interim sekarang yang sekarang berkuasa telah berjanji untuk menghormati perjanjian perdamaian tersebut. Tentu saja! Kebijakan luar negeri merupakan kelanjutan dari kebijakan dalam negeri. Adalah naif untuk mengharapkan para jenderal reaksioner itu untuk membela kepentingan rakyat Palestina karena untuk kepentingan rakyat Mesir saja mereka tidak mau peduli.
Sebuah organisasi pemuda, yang memainkan peran kunci dalam pemberontakan yang menggulingkan mantan Presiden Mesir Hosni Mubarak, mengatakan di halaman Facebook-nya bahwa protes di depan kedutaan itu “damai,” dan mempertanyakan penggunaan polisi anti huru-hara dengan kekuatan penuh tersebut dalam menghadapi demonstran. Orang-orang Mesir mendapatkan pelajaran berharga tentang sifat asli angkatan bersenjata dan rejim “demokratik” yang telah merebut kendali kekuasaan.
Seorang pejabat keamanan mengatakan Senin itu sedikitnya 20 demonstran ditangkap. Itu seperti dulu! Hal ini menunjukkan bahwa Revolusi yang dimulai pada tanggal 25 Januari lalu masih jauh dari tujuan yang paling dasar. Para jenderal yang dulu melayani Mubarak sekarang menyamar sebagai “demokrat” dan “patriot”. Namun mereka melayani kepentingan kelas yang sama, layaknya seperti orang yang telah digulingkan oleh rakyat Mesir dan tidak ada kemajuan yang nyata sampai mereka juga digulingkan.
Kemunafikan PBB
Selama puluhan tahun PBB telah meratifikasi resolusi-resolusi yang menuntut penarikan pasukan Israel dari wilayah-wilayah pendudukan, tetapi tidak melakukan apapun untuk mengimplementasikan resolusi-resolusi tersebut. Sekarang rakyat jelata Palestina telah mengambil tindakan langsung untuk melaksanakan resolusi ini, mereka ditembaki tanpa belas kasihan. Kita mungkin bisa bertanya : mana “zona larangan terbang” dan kebutuhan untuk “melindungi penduduk sipil”?
PBB melanjutkan peran munafiknya dengan resolusi-resolusi yang mereka tidak pernah punya niat untuk melaksanakannya. Jika peristiwa seperti itu terjadi di Libya, seseorang dapat membayangkan protes di media dan resolusi di Dewan Keamanan. Tapi ini bukan Libya tetapi Israel, yang merupakan sekutu utama Amerika Serikat di Timur Tengah. Dengan jatuhnya Mubarak, Washington lebih terikat dengan Israel daripada sebelumnya, dan siap untuk membenarkan semua kekejaman terhadap rakyat Palestina, sementara berbicara mengenai perdamaian dengan sinis.
“Komunitas internasional” diam saja melihat pembunuhan terhadap warga sipil oleh Israel. Sementara itu, pimpinan NATO menuntut peningkatan pemboman Libya dengan menargetkan infrastruktur, karena “kalau tidak Gaddafi akan terus berkuasa”.Adalah tidak relevan bagi tuan-tuan terhormat ini bahwa resolusi PBB tidak memberdayakan NATO untuk mengebom sasaran non-militer maupun untuk mencoba untuk menggulingkan Gaddafi. Mereka sangat ingin menumbangkan rejim di Libya. Tapi mereka tidak begitu tertarik pada perubahan rezim di negeri-negeri yang ramah seperti Arab Saudi atau Israel.
Pasukan penjaga perdamaian PBB di wilayah perbatasan menyerukan “ketenangan maksimum dari semua pihak untuk mencegah korban lebih lanjut” dan “langkah-langkah keamanan yang konkrit dan segera ” untuk mencegah pertumpahan darah lebih lanjut. Ceritanya selalu sama: kekerasan dari penjajah disamakan dengan kekerasan dari korban penjajahan; kekerasan pasukan bersenjata lengkap disamakan dengan kekerasan dari para remaja yang melemparkan batu.
Perjuangan rakyat Palestina tidak dapat Dimenangkan dengan permohonan sia-sia kepada PBB. Juga tidak bisa dimajukan dengan “kesepakatan-kesepakatan perdamaian” palsu seperti Perjanjian Oslo antara Arafat dan imperialisme AS. Dan setelah enam dasawarsa, sudah jelas bagi semua orang bahwa rezim-rezim borjuis Arab akan selalu menempatkan kepentingan nasional mereka sendiri yang sempit di atas kepentingan rakyat Palestina, oleh karenannya mereka akan selalu menghianati rakyat Palestina.
Apakah tidak ada kekuatan di dunia yang dapat datang membantu rakyat Palestina? Apakah tidak ada seorang pun yang dapat dipanggil sebagai teman sejati oleh rakyat Palestina? Rakyat Palestina punya banyak teman sejati di dunia. Mereka adalah para buruh dan petani, pemuda dan pemudi revolusioner di tanah Arab, dan seluruh dunia. Revolusi Arab telah membangkitkan simpati dari kelas pekerja di dunia. Revolusi Palestina akan memperoleh simpati yang lebih besar, yang harus diterjemahkan ke dalam dukungan aktif dalam skala dunia.
Revolusi Arab telah dimulai, tetapi belum selesai. Dan tidak akan pernah dapat diselesaikan sampai terjadi penggulingan, tidak hanya para diktator secara individu, tetapi sistem ekonomi dan sosial yang menjadi sandaran kediktaturan tersebut: yakni sistem kapitalis. Perjuangan rakyat Palestina untuk pembebasan nasional mereka hanya dapat berhasil jika ia dihubungkan dengan sebuah perjuangan yang konsisten dari massa Arab untuk demokrasi dan emansipasi sosial. Revolusi Arab akan menang sebagai sebuah revolusi sosialis atau tidak akan kemenangan sama sekali.
Thawra Nasr hatta’l!
Revolusi sampai menang !!
London, 16 Mei, 2011
Diterjemahkan oleh Rewang Sudjiwo dari “Nakba Protests: The Arab Revolution reaches the Palestinian masses,” Alan Woods, 16 Mei 2011