Perkembangan teknologi untuk mempermudah kerja manusia berkembang dengan cepat. Selama lebih dari 200 tahun semenjak sistem kapitalisme lahir, sistem ini telah membawa berbagai penemuan untuk memajukan produksi. Pertama-tama ditemukannya mesin uap dan kereta api yang melakukan mekanisasi atas kerja manusia. Kedua ditemukannya listrik, alat komunikasi, kimia, dan minyak sehingga produksi bersifat massal. Ketiga ditemukan komputer, internet dan telepon genggam yang menjadi awal dari otomatisasi, dan kemudian ditemukannya robot dan mesin yang mulai menggantikan kerja manusia dalam hal perakitan.
Sekarang kita memasuki era Industri 4.0, yakni sebuah era di mana komputer dan otomatisasi bersatu dengan cara yang sama sekali baru, di mana robot terhubung jarak jauh dengan sistem komputer (kecerdasan buatan) yang dapat mengontrol dan mengerjakan produksi sehingga dapat memininimalkan campur tangan manusia. Pengenalan teknologi ini tidak hanya memiliki konsekuensi terhadap pekerja berketrampilan rendah tapi juga menjadi ancaman bagi pekerja kerah putih sekelas manajemen berketrampilan tinggi.
Pengenalan teknologi ini mendapat banyak perhatian dari borjuasi dunia saat ini. Mereka pesimis bahwa teknologi ini bisa membawa perbaikan yang signifikan pada jutaan nasib umat manusia. Meskipun mereka berkeyakinan kehadiran Industri 4.0 akan menaikkan produktifitas dunia, ketika mereka ditanya kesiapan mereka mengarunginya, ternyata tidak banyak dari mereka menyatakan siap. Bahkan seorang ekonom borjuasi, seperti Paul Krugman menanggapi ini dengan pesimis. Dalam artikelnya di New York Times, “A New Industrial Revolution: The Rise of the Robots”, ia mengatakan bahwa penggunaan mesin pintar memang bisa meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) namun pada saat yang sama hal tersebut sekaligus dapat mengurangi permintaan terhadap tenaga kerja, termasuk yang pintar sekalipun. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Universitas Oxford, hingga 35% dari semua pekerja di Inggris, dan 47% dari mereka di AS, beresiko tergusur oleh teknologi ini selama 20 tahun ke depan.
Kemajuan teknolongi ini mengancam kaum pekerja setiap saat, seperti halnya ketika kapitalisme pertama kali diperkenalkan di Eropa. Pengenalan teknologi sekarang mampu meningkatkan lebih banyak profit dibandingkan pada masa lalu. Misalnya menjalankan bisnis transportasi yang dulu membutuhkan banyak pekerja sekarang cukup menggunakan aplikasi pintar, seperti Uber atau Gojek. Perusahaan hanya perlu mengeluarkan uang untuk membuat aplikasi tanpa harus membayar biaya-biaya lain seperti pajak, perawatan, dsb. Dengan dalih mitra kerja, kaum buruh dipaksa bekerja dengan kondisi tanpa jaminan kesehatan dengan jam kerja panjang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Hubungan antara majikan dan pekerja semakin longgar sehingga para pekerja yang bekerja di sektor ekonomi ‘pintar’ ini bekerja hampir tanpa perlindungan hukum sama sekali.
Perkembangan teknologi ini tidak hanya melucuti taraf hidup kelas pekerja tapi juga hak-hak pekerja itu sendiri. Artinya perkembangan teknologi saat ini tidak membawa perbaikan hidup bagi pekerja melainkan justru menambah kesengsaraan kelas pekerja itu sendiri. Kondisi ini tidak lebih baik dari kelas pekerja abad ke-19 yang harus bekerja 14 jam untuk memenuhi pundi-pundi keuntungan para borjuis manufaktur.
Semakin maju kapitalisme, semakin brutal dan terang-terangan penindasannya. Semakin banyak lahir miliarder-miliarder baru dari proses ini, semakin sengsara kelas pekerja di bawahnya. Kekayaan miliarder-miliarder meningkat enam kali lebih cepat dibandingkan dengan mayoritas kelas pekerja. Kenyataan ini saja menunjukkan bahwa sistem ekonomi sekarang tidak relevan lagi dengan umat manusia. Terkonsentrasinya kekayaan di tangan segelintir orang membuktikan bahwa sistem ini gagal membawa kemajuan bagi umat manusia. Kemajuan teknologi justru menjadi alat bagi kaum kapitalis untuk memperbudak manusia. Untuk membuat teknologi menjadi pelayan manusia kita perlu menghancurkan kapitalisme. Selama kapitalisme berdiri teknologi akan melayani kepentingan profit kapitalis.
Sistem ini harus digantikan dengan sosialisme, sebuah sistem yang mengabdi pada seluruh mayoritas rakyat pekerja. Seluruh kemajuan teknik dan teknologi sekarang telah menghadirkan syarat-syarat untuk kelahiran masyarakat sosialisme. Tapi yang menjadi masalah adalah sistem yang ada sekarang tidak bisa digulingkan tanpa perlawanan. Segelintir kelas penguasa ini dengan keras kepala akan mempertahankan sistem kapitalisme yang membuat mereka kaya raya. Untuk menggulingkan kediktaktoran mereka, kelas pekerja harus membentuk organisasi dan mengembangkan ideologi mereka yaitu : sosialisme ilmiah. Tanpa ini kelas pekerja akan terus menjadi korban dari kemajuan teknologi di bawah kapitalisme. Akhirnya pilihan yang ada di depan mata kita adalah: sosialisme atau barbarisme!