Tahun 2021 dibuka dengan pidato peringatan “musim dingin yang gelap” oleh Joe Biden, Presiden Amerika Serikat. Di awal masa kepemimpinannya sebagai Presiden AS, Joe Biden harus mendapati fakta yang sangat mencengangkan, yaitu angka kematian akibat Covid-19 di AS sudah mencapai lebih dari 400 ribu orang. Lonjakan kematian diperkirakan akan terus bertambah dan mencapai angka 500 ribu pada bulan Februari.
Di Inggris angka kematian per hari melonjak tajam mencapai 1.820 orang. Boris Johnson, Perdana Menteri Inggris, mengatakan rekor terbaru korban tewas harian sangat mengerikan dan memperingatkan akan ada lebih banyak lagi di masa mendatang. Dia mengatakan: “Angka-angka ini mengerikan, dan tentu saja kami memikirkan penderitaan yang diwakili oleh setiap kematian itu kepada keluarga dan teman-teman mereka. Saya harus memberitahumu… akan ada lebih banyak di masa yang akan datang ”.
Di Brasil, Presiden Bolsonaro memimpin ke rumah jagal dalam penanganan pandemi. 200 ribu lebih masyarakat Brasil meregang nyawa tanpa penanganan berarti. Angka infeksi mencapai 15 ribu orang per hari. Korban terus berjatuhan. Kita tidak dapat mengetahui sampai kapan ini berakhir.
Selama setahun, kematian di seluruh dunia akibat virus korona telah mencapai angka lebih dari dua juta orang. Ini adalah malapetaka bagi umat manusia. Rata-rata usia harapan hidup manusia di seluruh dunia turun. Jumlah kematian ini bukan sekedar deretan angka-angka. Ini adalah saudara, pasangan, ibu, serta anak, dan pada akhirnya nyawa semua orang.
Tidak ada upaya yang berarti untuk mencegah penyebaran virus. Kelas penguasa di seluruh dunia sebisa mungkin menyelamatkan ekonomi walaupun mereka mengetahui konsekuensi dari ini, yakni ancaman kesehatan dan nyawa manusia. Ancaman kematian menjadi fakta sehari-hari. Sekarang di saat semua sudah terlambat, mereka hanya berharap pada pengembangan vaksin. Namun pengembangan vaksin bukanlah satu-satunya solusi dari masalah ini karena ternyata setelahnya muncul masalah lain yang tak kalah pelik, yaitu bagaimana vaksin dapat diakses semua orang.
“Badai itu datang”
Secara menakutkan virus dengan cepat telah bermutasi. Gelombang penyebaran virus sudah jauh berkembang pesat tanpa bisa diantisipasi oleh pengembangan vaksin yang berjalan lebih lambat. Seorang pakar penyakit menular terkemuka di Amerika Serikat mengatakan bahwa varian Covid-19 di Inggris jauh lebih mematikan, dan akan menyerang negara itu seperti badai. “Jika kita melihat itu terjadi … kita akan melihat sesuatu yang belum pernah kita lihat di negara ini … Saya melihat badai,” kata Michael Olsterholm.
Ini bukanlah peringatan pertama. Banyak pakar sebelumnya telah memperingatkan ancaman nyata bila dunia tidak mengambil sikap serius menangani pandemi. Sayangnya peringatan seperti ini jatuh di telinga yang tuli. Kebijakan-kebijakan tiap-tiap negara tidak pernah mempertimbangkan saran dari pakar sains. Ini karena sistem kapitalisme lebih mengutamakan profit daripada kesehatan dan nyawa manusia. Seperti apa yang terjadi di awal Covid-19 ditemukan, kelas penguasa mencoba meremehkan bahaya virus. Bahkan peringatan dari para pakar dibungkam, dengan dalih yang sama bahwa ini akan mengganggu siklus ekonomi.
Sekarang, di saat virus sedang mengganas, masalah semakin rumit. Meskipun vaksin telah ditemukan tapi tidak banyak mengubah situasi. Pertengkaran antara UE dan AstraZeneca baru-baru ini telah menyebabkan negara-negara Uni Eropa menangguhkan sebagian program vaksinasinya. Produsen vaksin AstraZeneca (sebuah perusahaan farmasi yang berbasis di Inggris) telah mengurangi kontrak pembelian vaksin bagi UE, yang awalnya jumlah pemesanan kuartal pertama 80 juta dosis menjadi 31 juta. CEO AstraZeneca Pascal Soriot mengatakan secara terbuka bahwa perusahaan tersebut mengutamakan kebutuhan pasokan vaksin di Inggris terlebih dahulu. Merespons ini perdana menteri Finlandia Alexander Stubb mengatakan, “Negara-negara kecil UE hampir tidak memiliki kekuatan negosiasi … negara-negara besar telah memborong sejumlah besar dosis vaksin.”
Negara-negara kaya terus menimbun pasokan vaksin. Inggris sendiri telah mendapatkan lebih dari 360 juta dosis dan berencana untuk membeli lagi sekitar lebih dari 150 juta dosis dari Johnson & Johnson dan Valneva. Jumlah ini mencakup hampir empat kali lipat dari seluruh populasinya. Uni Eropa telah menimbun hampir 1,6 miliar dosis, sangat cukup untuk memvaksin populasi sebanyak tiga kali lipat. Kanada juga telah membeli hampir empat kali lipat dari jumlah populasinya. Meskipun negara-negara kaya mewakili 14 persen dari populasi, mereka telah membeli 53 persen pasokan vaksin terbaik.
Jelas negara-negara Dunia Ketiga sangat membutuhkan vaksin. Tapi siapa yang mendominasi dunia kalau bukan negara-negara kaya. Akses terhadap vaksin akhirnya dibatasi oleh sekat-sekat negara bangsa sehingga tidak terdistribusi secara luas. Kendati berulang kali negara-negara kaya menyatakan komitmennya untuk memastikan bahwa negara-negara miskin memiliki akses ke vaksin tapi dalam kenyataannya tidak demikian. Seperti yang dikecam oleh Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa: “Beberapa negara bahkan telah melampaui dan memperoleh hingga empat kali lipat dari kebutuhan penduduknya, dan itu ditujukan untuk menimbun vaksin ini. Dan sekarang ini dilakukan dengan mengesampingkan negara lain di dunia yang paling membutuhkan.” Semua kondisi ini tidak hanya menghambat penyelesaian virus dalam jangka panjang tapi juga memperparahnya. Dengan begitu kapitalisme sedang mempersiapkan badai penyebaran virus di masa yang akan datang.
Sekolah Keras Pandemi
Pepatah bijak pernah mengatakan: “hidup adalah sekolah terbaik”. Dan saat ini, pandemi merupakan sekolah kehidupan yang keras bagi kelas pekerja. Keimpotenan kelas penguasa terungkap. Jurang antara si kaya dan si miskin semakin terpampang jelas. Kemiskinan, pengangguran dan kekerasan terhadap anak-anak dan perempuan meningkat. Sementara si kaya bisa mengamankan keluarga mereka dari virus, kelas pekerja tidak punya cara selain tetap bekerja walaupun jelas mereka sangat berisiko terpapar virus.
Jurang kelas dipertontonkan dengan sangat menjijikkan. Menurut laporan Oxfam, kekayaan 10 orang terkaya di dunia meningkat sebesar £ 400 milyar sejak pandemi dimulai. Jumlah kekayaan ini sangat mungkin untuk memvaksinasi setiap orang serta memulihkan pendapatan populasi termiskin di dunia yang hilang selama tahun 2020. Tapi sistem kapitalisme tidak pernah mengizinkan kondisi demikian. Terlepas dari adanya bantuan sosial yang diberikan pemerintah, kenyataannya enam milyar orang yang tinggal di negara-negara berkembang kehilangan pekerjaan dan kehilangan pendapatannya.
Tidak mudah kembali ke situasi normal. Pekerja yang ter-PHK sulit menemukan pekerjaan atau kembali ke karier mereka sebelumnya. Kaum muda jelas merasakan bagaimana sulitnya mencari pekerjaan setelah mereka lulus sekolah. Industri-industri banyak terpukul oleh krisis. Sulit membayangkan kondisi hidup aman dan nyaman di tengah pandemi seperti saat ini. Dan sistem Kapitalisme akan terus memproduksi kesengsaraan ini.
Di sisi lain, ketidakbecusan pemerintah di beberapa negara dalam menangani pandemi ini menimbulkan kekecewaan terhadap status quo. Situasi ini terefleksikan di dalam demonstrasi-demonstrasi besar yang pecah di beberapa negara. Meskipun sebagian dari demonstrasi ini mengambil aksi anti-lockdown, tapi sebenarnya ini hanyalah awal dari periode ketidakpuasan sosial yang bisa bergejolak di hari depan. Tidak adanya saluran revolusioner membuat kesadaran masyarakat terpolarisasi. Ini adalah proses “revolusi molekuler” dalam kata-kata Trotsky. Melalui pengalaman keras ini kelas pekerja dapat memahami bahwa manusia perlu menggantikan sistem kapitalisme yang brutal ini.
Kita butuh Revolusi
Jelas yang dibutuhkan adalah distribusi vaksin yang merata setiap negara. Tapi kenyataannya semua terhalang oleh monopoli sejumlah negara yang lebih dulu mengembangkan anti virus. Siapa yang diuntungkan dari proses ini adalah jelas para pebisnis perusahaan farmasi besar. Tapi siapa yang bisa menantang dominasi ini? Tidak ada satu pun yang bisa menantang ini. Selama sistem ini tidak digulingkan, maka dominasi profit atas nyawa manusia akan terus terjadi.
Pandemi merupakan masalah internasional dan harus diselesaikan dalam skala internasional. Perusahaan-perusahaan farmasi besar yang memproduksi vaksin harus dinasionalisasi dan semua akses terhadap pengembangan vaksin harus dibuka kepada publik. Dengan membuka akses pengembangan vaksin ke publik, maka tiap negara bisa mengembangkan dan membuka pabrik-pabrik farmasi baru untuk memasok vaksin bagi populasinya.
Mutasi virus yang cepat membuat kebutuhan vaksin semakin mendesak. Dengan membuka akses terhadap pengembangan virus, maka negara-negara dengan populasi besar bisa dengan cepat mengadaptasi vaksin dengan perkembangan mutasi virus terbaru. Solusi ini bisa mencegah bencana lebih besar di hari depan.
Selama ini dunia berputar-putar mencoba menemukan solusi, tapi ketika solusinya ada di depan mata, para pemegang kekuasaan tidak ingin melihatnya. Kenyataannya kapitalisme telah menjadi belenggu dari pemecahan masalah ini. Bila manusia ingin tetap hidup, kapitalisme harus dihancurkan. Pilihannya kemudian adalah revolusi sosialis atau mati!