Pada 25 Agustus kemarin serikat buruh KSPI memutuskan untuk melakukan demonstrasi di seluruh Indonesia. Sebagai salah satu dari konfederasi besar serikat buruh, dengan keanggotaan 75 persen dari total anggota serikat buruh di seluruh Indonesia, tingkat partisipasi dalam demo ini tidak besar bila dibandingkan dengan jumlah keanggotaan mereka. Di Jakarta demonstrasi ini dihadiri sekitar 2 ribuan orang. Di Surabaya sekitar 300an orang. Di provinsi-provinsi lainnya sulit untuk mendapatkan informasi jumlah yang pasti karena minimnya pemberitaan. Artinya, meskipun demonstrasi ini mengklaim dilakukan di 20 provinsi secara besar-besaran, tapi minimnya pemberitaan menunjukkan bahwa demonstrasi ini gagal tidak hanya memobilisasi anggota akar rumput tapi juga gagal membuat penguasa takut. Adalah penting untuk memberikan penilaian mengenai demonstrasi ini. Sekarang merupakan waktu yang tepat untuk merefleksikan gerakan ini.
Bagaimana langkah selanjutnya agar gerakan buruh mampu menggagalkan Omnibus Law? Ini adalah pertanyaan yang harus dikedepankan oleh buruh sadar kelas dalam diskusi bagaimana menggagalkan Omnibus Law. Dalam artikel kita sebelumnya (Kebuntuan Taktik Lobi dalam Membendung Omnibus Law), kita menjelaskan bagaimana taktik lobi tidak mampu membendung Omnibus Law. Apakah demonstrasi yang terakhir kemarin mempunyai efek signifikan dan langkah apa yang selanjutnya dilakukan pemimpin serikat buruh untuk membatalkan Omnibus Law?
Sehari sebelum aksi, hingar-bingar bahwa pemimpin KSPI mendukung Omnibus Law telah membuat Said Iqbal kebakaran jenggot. Beberapa video dan statmen-statmen mereka yang kabur membuat media mudah memelintir pernyataan mereka. Ini bukan sesuatu yang aneh karena dalam statmen dari Said Iqbal sebelumnya “nampak” mendukung Omnibus Law. Misalnya, usai rapat dengan DPR, Said Iqbal mengatakan, “Apabila 10 klaster yang lain mau cepat-cepat diselesaikan dan disahkan, dengan segala hormat kami serikat pekerja dan buruh setuju untuk investasi masuk secepatnya, izin dipermudah, hambatan investasi dihilangkan. Klaster ketenagakerjaan kami harap dikeluarkan tapi bisa kemudian dibahas di UU terkait dan hal-hal lain yang akan dibicarakan.”
Tapi ini hanya salah satu dari masalahnya. Dalam setiap orasi, banyak pemimpin serikat buruh mengatakan bahwa demonstrasi ini hanya mendorong konsep yang telah diajukan ke DPR sebelumnya. Sayangnya DPR tidak banyak mengeluarkan pernyataan mengenai demonstrasi ini selain mengatakan bahwa poin-poin kesepakatan antara DPR dengan pemimpin serikat buruh sudah dicapai dan DPR telah menyambut usulan ini.
Tapi sepertinya para pemimpin serikat buruh cukup puas dengan hasil lobi ini. Bagi kami hasil ini tidak menjamin bahwa Omnibus Law akan dibatalkan. Kesepahaman antara pemimpin serikat buruh dengan DPR harus kita perjelas. DPR tidak pernah mengatakan bahwa Omnibus Law ini dibatalkan. Seperti dalam wawancara terpisah pada bulan Maret, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Willy Aditya mengatakan: “Dibatalkan enggak mungkin. Apa yang mau dibatalkan? Substansinya bisa diubah menurut saya. Sebelumnya sudah saya sampaikan, omnibus ini bisa cepat selesai kalau klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dan mungkin berganti nama menjadi UU Percepatan Investasi dan Kemudahan Berusaha.”
Tapi apa arti kemudahan berusaha bagi kelas kapitalis selain memaksimalkan laba dan laba ini hanya bisa mereka dapatkan dengan mengeksploitasi buruh. Tentu ada variabel selain upah, seperti reformasi birokrasi. Tapi reformasi birokrasi tanpa reformasi upah tidak ada gunanya. Inilah yang menjadi tujuan dari Omnibus Law. Apapun namanya, entah Omnibus Law atau UU Percepatan Investasi, kebijakan ini tetap sama-sama merugikan kaum buruh.
Memang Omnibus Law tidak hanya berisi klaster ketenagakerjaan. Masih banyak poin-poin lainnya yang sangat kontroversial, seperti lingkungan, tanah, dll. Kesediaan para pemimpin serikat buruh untuk menyetujui 10 klaster lainnya sebagai ganti mengeluarkan klaster ketenagakerjaan adalah konsep paling buruk, yang hanya menukar tujuan besar untuk konsesi yang lebih kecil. Ini bukan konsep sama sekali. Ini adalah kompromi paling buruk dari pemimpin serikat buruh. Kondisi ini hanya mengisolasi gerakan buruh dari elemen-elemen lain yang beroposisi terhadap omnibus.
Omnibus Law telah hampir selesai. Tugas DPR adalah mencoba meyakinkan pemimpin serikat buruh supaya memberikan persetujuan terhadap Omnibus Law. 4 kesepahaman antara DPR dan pemimpin serikat buruh masih sangat kabur. Mengharapkan konsesi sebelum perjuangan dimulai jelas sekali lagi akan mengendurkan perjuangan buruh. Kenyataannya para pemimpin serikat buruh ini tidak mempercayai kekuatan kelas yang mereka wakili. Taktik lobi hanyalah kedok menutupi pengkhianatan dari pemimpin serikat ini.
Upaya pemerintah mengundang serikat buruh harus kita lihat secara lebih jeli. Sebelumnya kita juga tidak pernah kekurangan melihat aksi lobi sana sini dari pemimpin serikat terhadap pemerintah. Setiap kali pemimpin serikat diundang oleh penguasa, ini kemudian menjadi lampu hijau bagi diberlakukannya kebijakan anti-buruh, seperti yang kita lihat dalam kekalahan perjuangan melawan PP78 tahun lalu. Kekalahan dalam perjuangan melawan PP78 bukan terletak pada kekuatan kelas buruh, tapi karena kebimbangan dan ketidakpercayaan pemimpin buruh pada kelas yang seharusnya mereka wakili, sehingga ketika saat-saat menentukan, gerakan buruh melempem tidak berdaya.
Kondisi krisis seperti ini sangat rawan bagi gejolak sosial, dan ini sangat dipahami dengan baik oleh kelas penguasa. Tapi mereka memahami bahwa untuk menyelesaikan krisis ini kelas pekerja harus menanggungnya. Meskipun sulit untuk segera mengesahkan Omnibus Law di masa-masa pandemi, namun usaha DPR mengundang pemimpin serikat buruh adalah seperti katup pengaman bagi ledakan sosial. Bila gerakan buruh menggantungkan kepercayaan mereka terhadap lobi-lobi dengan DPR, maka hanya kekalahan yang akan menanti.
Alih-alih bersandar pada lobi-lobi dari atas, kelas buruh harus mempersiapkan mobilisasi aksi besar-besaran dari bawah. Komite-komite aksi yang diperluas di kawasan-kawasan pabrik haruslah mulai dibentuk. Dengan mempersiapkan ini artinya kelas buruh mempersiapkan ofensif yang dibutuhkan. Pengalaman telah menunjukkan bahwa strategi bertahan yang baik adalah dengan melakukan serangan. Satunya senjata kelas buruh adalah aksi massa dan mogok. Ketika kelas penguasa melakukan serangan, kita harus mempersiapkan perlawanan. Kelas buruh harus kembali kepada tradisi perlawanan militan tahun-tahun 2011-12. Inilah yang harus menjadi tujuan bagi setiap buruh yang sadar kelas. Inilah cara menggagalkan Omnibus Law.