Konflik Israel-Palestina adalah sebuah konflik yang telah berlangsung selama lebih dari 60 tahun. Selama periode tersebut, kekejaman imperialisme Israel semakin hari semakin menajam, dan penyelesaian konflik ini semakin jauh dari capaian rakyat pekerja Palestina dan juga Israel. Serangan brutal ke Gaza baru-baru ini adalah salah satu dari episode kekejaman imperialisme Israel. Apakah solusi untuk masalah Israel-Palestina? Apakah sikap yang harus diambil oleh kaum revolusioner sedunia?
Minggu lalu puluhan ribu tentara Israel memasuki daerah Gaza. Ini dilakukan seminggu setelah membom Gaza dari ‘kejauhan’ dan menyebabkan kematian lebih dari 400 rakyat Palestina, termasuk wanita dan anak-anak. Invasi ini merupakan satu kelanjutan dari kebijakan imperialisme Israel yang disamarkan dengan retorika-retorika “melindungi rakyat Israel dari rasa takut”. Baru saja dua tahun yang lalu pasukan Israel menyerang Lebanon dan membunuhi lebih dari seribu rakyat Lebanon tanpa pandang bulu. Sekarang, giliran rakyat Palestina di daerah Gaza yang akan menjadi korban dari kegilaan imperialisme.
Semua ini terjadi seiring dengan krisis finansial terbesar di dalam sejarah kapitalisme. Krisis ekonomi ini telah menemukan ekspresinya di dalam arena politik dunia, kita bisa saksikan di hampir semua negara terjadi krisis politik yang paling akut. Di Timur Tengah, krisis politik ini diekspresikan dengan sangat brutal dalam bentuk bom-bom yang berjatuhan dan kebijakan imperialisme yang semakin hari semakin menekan rakyat.
Masih segar di ingatan kita bagaimana krisis ekonomi tahun 1930an akhirnya menghasilkan Perang Dunia Kedua yang menelan korban jiwa lebih dari 80 juta jiwa. Tidak ada alasan untuk menyangkal kemungkinan bahwa krisis ekonomi sekarang ini akan menemukan ekspresi akhirnya di dalam sebuah Perang Dunia yang baru. Penyerbuan Israel ke Gaza hanyalah sebuah gambaran sekilas akan apa yang mungkin dapat terjadi di masa depan dalam skala yang jauh lebih besar bila rakyat pekerja seluruh Timur Tengah, dan seluruh dunia, tidak menumbangkan imperialisme kapitalis di negaranya masing-masing dan membawa sosialisme dunia.
Kemunafikan Gencatan Senjata Israel dan Pemerintahan-Pemerintahan Dunia
Serangan Israel ini dilakukan setelah 6-bulan gencatan senjata dengan Hamas. Akan tetapi, janganlah kita berpikir bahwa dengan gencatan senjata tersebut rakyat Gaza hidup dengan tentram dan bahagia. Sebaliknya, Israel telah mengimplementasikan blokade-blokade terhadap Gaza yang membuat rakyat kelangkaan makanan, obat-obatan, dan suplai-suplai lainnya.
Pemerintahan imperialis Israel bukanlah satu-satunya yang bersalah. Mesirpun telah secara aktif berpartisipasi mengblokade Gaza dan mengurung rakyat Palestina seperti binatang. Ketika pasukan Israel membom Gaza, pemerintahan Mesir menutup perbatasannya untuk mencegah eksodus rakyat Gaza yang hanya ingin menyelamatkan dirinya dari serangan misil Israel. Menurut BBC (British Broadcasting Corporation), “ketika pesawat-pesawat jet yang membombardir Gaza Selatan, ratusan rakyat Gaza berlari menuju pagar perbatasan Gaza-Mesir, tetapi pasukan keamanan Mesir menembaki mereka untuk mencegah mereka masuk ke Mesir.” Ketika negara-negara Arab lainnya dari Liga Arab ingin mengadakan Sesi Luarbiasa, Mesir menolaknya dan Arab Saudi menunjukkan keragu-raguan.
Mesir adalah penerima bantuan militer dari AS yang terbesar setelah Israel. Arab Saudi adalah sekutu Amerika juga, yang terikat dengan AS secara ekonomi dan politik. Jadi tidaklah mengejutkan sikap mereka di dalam konflik Israel-Palestina. Secara keseluruhan, rakyat pekerja Palestina dan Israel (dan seluruh rakyat pekerja Timur Tengah) hanya digunakan oleh pemimpin-pemimpin mereka dalam percaturan politik imperialis. Pemimpin-pemimpin bangkrut Israel menjaga situasi kekecaman dengan Palestina guna menakuti-nakuti rakyat mereka dan mengalihkan perhatian mereka dari penindasan mereka sendiri di dalam negeri (upah yang semakin kecil, layanan publik yang semakin memburuk, jam kerja yang semakin panjang, perumahan yang semakin tidak layak, dan terutama krisis ekonomi yang melanda kantong-kantong semua rakyat).
Hal yang sama benar adanya bagi pemerintahan-pemerintahan dan kelompok-kelompok yang mengaku-ngaku anti-imperialisme (seperti Iran contohnya). Dengan menggunakan retorika-retorika anti-imperialis yang palsu, mereka menggalang massa untuk kepentingan mereka sendiri, yakni menjaga prestige mereka sebagai penindas rakyat di negeri mereka sendiri. Bila mereka memang serius ingin menghancurkan imperialisme dan kapitalisme, maka mereka seharusnya mempersenjatai rakyat mereka di dalam milisi-milisi rakyat yang demokratis dan popular, yang dikontrol oleh rakyat pekerja sendiri. Mereka seharusnya menyerukan rakyat pekerja Israel untuk menumbangkan pemerintahan Israel yang imperialis tersebut. Tetapi langkah ini berarti bunuh diri bagi para pemimpin-pemimpin tersebut, karena ini akan mengancam posisi prestige mereka sebagai kaum feodal penghisap.
Kesia-siaan dan Kebangkrutan Terorisme Individual
Jadi, apa yang dilakukan oleh Hamas sebagai ‘pemimpin’ perjuangan untuk membela rakyat Palestina? Sayangnya, strategi ‘perlawanan’ mereka adalah serangan-serangan teroris yang sia-sia terhadap rakyat Israel. Bila gerakan pembebasan nasional Palestina mengambil taktik terorisme individual, maka ini adalah satu kekeliruan yang harus secara jujur kita paparkan.
Seorang teman sejati bukanlah seseorang yang terus menerus memujimu dan mengatakan bahwa kamu adalah benar setiap saat. Itu adalah teman yang palsu. Seorang teman sejati adalah seorang yang tidak takut untuk mengatakan kepadamu bahwa kamu sedang melakukan kesalahan, supaya kamu berhenti menyakiti dirimu sendiri.
Keputusasaan dan penindasan yang kejam dari imperialis Israel banyak mendorong kaum muda Palestina untuk melawan dengan metode-metode terorisme individual (pemboman, pembunuhan terhadap pejabat-pejabat Israel, teror massa, membajak pesawat, dsb). Tidak seperti kaum liberal moralis, kita Marxis tidak mengkritik metode itu atas alasan “moral”. Yang tidak bermoral adalah okupasi tanah-tanah rakyat Palestina dan kekerasan-kekerasan dari pasukan Israel. Rakyat Palestina memiliki hak untuk mempertahankan diri mereka dari agresi dan melawan okupasi asing dengan segala cara yang memungkinkan, ini adalah titik tolak dimana kita harus berdiri. Namun, permasalahan disini bukanlah mengenai moral atau mengenai pasifisme, tetapi mengenai mana metode perjuangan yang efektif dan mana yang tidak efektif dan konter-produktif. Sebagai seorang kawan yang sejati, kami harus mengatakan kepada kamerad-kamerad seperjuangan kita di Palestina bahwa metode terorisme individual yang mereka gunakan sangatlah tidak efektif dan justru membuat gol pembebasan Palestina yang sesungguhnya semakin jauh dari capaian.
Ya, sebagai kaum Marxis kita juga ingin menyebarkan teror, tetapi hanya teror untuk kelas penguasa sehingga lutut mereka bergetar ketakutan mendengar gemuruh derap kaki jutaan rakyat pekerja yang sadar. Metode-metode terorisme individual tidaklah menyebabkan ketakutan seperti itu. Bila kita membunuh seorang pejabat reaksioner, politisi reaksioner, atau polisi fasis, ia hanya akan digantikan oleh seorang pejabat, politisi atau polisi yang bahkan lebih reaksioner. Bahkan lebih parah, Negara borjuis akan menggunakan insiden ini untuk meningkatkan represi dan menyatukan massa di genggaman mereka untuk melawan para kaum revolusioner. Tetapi bila kita mengorganisir jutaan rakyat pekerja yang sadar akan tugasnya dan dengan tegas bertujuan untuk merebut kekuatan ekonomi dan politik dari tangan para kapitalis imperialis yang berkuasa, dengan metode aksi massa yang militan, maka kita akan mampu menumbangkan seluruh aparatus penindas yang lama mengekang rakyat pekerja secara ekonomi dan spiritual. Inilah yang benar-benar menakutkan bagi kelas penguasa dan membuat berani rakyat pekerja yang lama merunduk ketakutan.
Serangan-serangan teror massa yang diluncurkan oleh Hamas (dan juga oleh PLO puluhan tahun yang lalu) justru mendorong rakyat Israel ke pelukan reaksi. Ini tidak melemahkan pemerintahan Israel sama sekali. Sebaliknya, metode-metode ini justru mendorong rakyat Israel untuk berpikir bahwa mereka “akan dilenyapkan dari peta dunia”, mendorong mereka ke pelukan kaum reaksioner Israel, dan memperkuat kelas penguasa di Israel. Beban yang lebih besar memang ada di tangan rakyat pekerja Israel untuk melawan kelas penguasa mereka sendiri dan menentang imperialisme negara mereka. Akan tetapi, metode-metode terorisme individual akan menyulitkan kelas buruh Israel yang paling maju (aktivis-aktivis sosialis Israel) untuk meraih telinga saudara-saudaranya, dan membuat kaum sosialis Israel semakin terisolasi.
Fundamentalisme – Kenapa Kita Tidak Boleh Mendukung Hamas
Walaupun kita mendukung sepenuhnya perjuangan rakyat Palestina dalam melawan imperialisme dan Zionisme, kita tidak boleh jatuh ke dalam oportunisme mendukung Hamas. Kamerad-kamerad Iran dari kelompok sosialis Militant memaparkan posisi ini dengan sangat baik di dalam statemen solidaritasnya kepada rakyat Gaza (Zionism declares “all-out war” on Gaza):
“Hamas dilahirkan dari kebutuhan yang tidak terelakkan dari rakyat Palestina untuk melawan okupasi Zionis dan penyangkalan hak-hak nasional yang fundamental dan hak asasi manusia setelah Fatah menyerah kepada imperialisme. (Ini juga benar untuk Jihad Islam dan kelompok-kelompok fundamentalis lainnya.)”
“Dari kebutuhan ini, sebuah alternatif lahir. Rakyat Palestina sangatlah membutuhkan seseorang untuk melindungi mereka dari serangan-serangan Israel ketika kaum birokrat dan pejabat-pejabat Fatah dan “Otoritas Palestina” (baca PLO) yang korup sibuk membuat kompromi-kompromi dengan kaum imperialis dan Zionis di Madrid, Oslo, Camp David, Wye River, Sharm al-Sheikh, dan Anapolis.”
“Akan tetapi, gerakan alternatif ini – dan kepemimpinannya – adalah berdasarkan ideologi Islam reaksioner yang selama puluhan tahun telah memainkan peran sebagai pelindung terbaik bagi imperialisme dalam melawan perkembangan gerakan Marxis revolusioner di dalam massa. Ini adalah ideologi yang didanai dan dipromosikan oleh imperialisme Amerika – di bawah pemerintahan Demokrat dari Jimmy Carter – di Afghanistan enam bulan sebelum invasi Soviet! Ini adalah ideologi yang menenggelamkan Revolusi Iran ke lautan darah dan mencegah rakyat pekerja Iran dari perebutan kekuasaan.”
” ‘Gerakan perlawanan Islam’ terhadap invasi Stalinis yang didanai oleh CIA dan Saudi dan ‘rejim Islam revolusioner’ di Iran adalah basis-basis penting bagi perkembangan dan penyebaran fundamentalisme (di dalam berbagai bentuk) ke seluruh dunia dari Filipin ke Indonesia ke Algeria ke Moroko. Mengikuti jatuhnya Uni Soviet dan pengdiskreditan semua bentuk sosialisme dan komunisme, ideologi fundamentalisme ini benar-benar leluasa dalam menyebarkan racunnya yang manis tersebut. Dan tidak ada yang lebih kehausan daripada rakyat Muslim yang paling tertindas – yakni rakyat Palestina dan kaum Shia di Lebanon.”
“Efek-efek jangka panjang dari ideologi ini bagi rakyat Palestina akan sangat menghancurkan. Kepemimpinan Hamas menjual strategi nasionalis bangkrut yang sama dengan strategi Fatah, tetapi dengan topeng Islam yang baru. Strategi ini tidak akan membebaskan rakyat Palestina, dan bukan hanya itu, strategi ini akan jatuh ke kesalahan-kesalahan yang sama dan membuat kompromi-kompromi yang sama dengan musuhnya. Dan metode-metode yang digunakan oleh Hamas dan kelompok-kelompok Islam lainnya untuk mengimplementasikan kebijakan-kebijakan fundamentalis yang bangkrut adalah lebih menghancurkan dan akan lebih gagal dibandingkan dengan yang digunakan oleh Fatah (dan kelompok-kelompok PLO lainnya) di tahun 1970an.”
“Sangatlah penting bagi semua orang yang telah berdemonstrasi menentang kekejaman-kekejaman pasukan Israel di Gaza baru-baru ini – di seluruh dunia, di seluruh Asia dan Timur Tengah (termasuk Israel), Eropa, dan Amerika Utara dan Selatan – bahwa walaupun kita mendukung sepenuhnya hak-hak rakyat Palestina dan perlawanan mereka menentang imperialisme dan Zionisme, kita tidak mendukung kepemimpinan Hamas dalam bentuk apapun. Kita harus menarik garis perbedaan antara rakyat Palestina dan kepemimpinan Hamas yang telah terdorong oleh radikalisme rakyat – dan untuk sementara menungganginya.”
Kita harus menarik garis kelas di dalam perjuangan pembebasan nasional Palestina, dan bukannya mencari-cari kelas feodalis (yang merupakan basis dari Hamas, dan juga dari Hezbollah) yang progresif. Satu-satunya kekuatan yang bisa dipercaya oleh rakyat pekerja Palestina adalah kekuatan diri mereka sendiri. Kita tidak bisa memisahkan lagi perjuangan pembebasan nasional Palestina dari perjuangan sosialis di seluruh daerah Timur Tengah. Ini bukanlah berarti melompati atau mengabaikan tahapan pembebasan nasional dan langsung menuju sosialisme. Ini bukanlah menggabungkan secara mekanik tuntutan pembebasan nasional dan sosialisme. Ini adalah dialektika dari perkembangan gerakan pembebasan di Palestina.
Kelas mana yang mampu memimpin perjuangan pembebasan nasional Palestina? Kelas feodalis sudah terbukti kebangkrutannya, dan tidak ada nilai-nilai progresif sama sekali. Kelas borjuis nasional dan borjuis kecil Palestina terikat oleh feodalisme dengan seribu benang; mereka tidak pernah berkembang secara mandiri dan utuh, dan oleh karena itu tidak mampu memimpin perjuangan ini. Kegagalan Fatah dan PLO sudah menjadi saksi dari kebangkrutan kaum borjuis dan borjuis kecil Palestina. Yang tersisa adalah kelas pekerja Palestina, satu-satunya kelas yang mampu memimpin seluruh rakyat tertindas Palestina (termasuk juga kaum borjuis kecil urban dan rural Palestina) ke pembebasan nasional yang sesungguhnya. Kelas buruh Palestina yang memulai gerakan pembebasan nasional tidak akan bisa berhenti disana dan akan terdorong untuk melaksanakan tugas-tugas sosialis juga.
Kita bisa bayangkan bagaimana ini akan terjadi. Rakyat pekerja Palestina, setelah meraih kekuasaan politik, pertama-tama akan menjamin kebebasan demokrasi serikat buruh, hak-hak wanita, dll, yang sering kali bertentangan dengan kepentingan kaum feodal juga adalah kaum borjuis atau borjuis kecil di Palestina. Perebutan kekuasan politik ini tidak akan diterima dengan baik oleh kaum feodal-borjuis tersebut karena ini akan mengancam prestige mereka, dan tidak diragukan mereka akan mengadakan perlawanan. Kaum feodal-borjuis ini tidak pernah bermaksud membebaskan rakyat Palestina dari cengkraman kapitalis, mereka lebih tertarik untuk mendapatkan kue bagian dari penindasan rakyat Palestina. Untuk mematahkan perlawanan kaum feodal-borjuis Palestina, yang mengendalikan ekonomi di West Bank dan Gaza (tanah pertanian, pabrik-pabrik, dll), maka kendali-kendali ekonomi akan diambil alih oleh pemerintahan pekerja Palestina, dan juga digunakan untuk meringankan penderitaan rakyat Palestina. Selain itu, penyeludupan barang-barang kebutuhan dari Israel dan Mesis (karena blokade) yang dikontrol oleh para pemimpin-pemimpin Hamas dan Fatah untuk memperkaya diri mereka sendiri akan juga diambil alih oleh pemerintahan pekerja tersebut untuk melayani kebutuhan rakyat. Pasukan-pasukan preman Hamas yang reaksioner, yang aktif meneror serikat-serikat buruh di Palestina, akan dibubarkan dan digantikan dengan milisi rakyat yang demokratis.
Selain itu, kepemimpinan buruh di dalam perjuangan Palestina akan mengubah taktik mereka dari terorisme individual menjadi aksi massa, dan menyerukan kepada kaum buruh Israel, “Kami tidak akan mengirim roket-roket dan bom ke wilayah tempat tinggal rakyat pekerja Israel. Kami hanya ingin melawan imperialisme Israel. Bantulah kami dengan menumbangkan pemerintahan imperialismu!”. Seruan ini akan langsung mengubah situasi politik di Israel. Pijakan kaki kaum penguasa Israel akan goyah karena kabut nasionalisme sempit yang mereka tebarkan akan menghilang dan muka buruk mereka akan terlihat. Imperialisme Israel akan terkuak sebagai kebijakan kapitalisme dan bukan lagi tersamarkan sebagai kebijakan “pertahanan diri untuk rakyat Israel”. Dengan terbebaskan dari kabut nasionalisme sempit, perjuangan kelas di Israel akan menjadi semakin tajam dan menentang kapitalisme secara langsung.
Fakta bahwa satu-satunya sekutu yang bisa diandalkan oleh rakyat pekerja Palestina adalah rakyat pekerja Israel juga semakin menguatkan gagasan bahwa kita tidak bisa mengandalkan kaum feodalis fundamentalis yang ingin “menghapuskan Israel dari peta dunia”. Bekerja sama dengan kaum feodalis berarti menyangkal masalah kebangsaan rakyat Yahudi. Kita harus menyadari bahwa kaum Yahudi sendiri masih memiliki masalah kebangsaan (National Question) yang belum terselesaikan, yang justru semakin akut. Pembentukan negara Israel pada tahun 1948, yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah kebangsaan Israel, justru semakin membuat masalah tersebut menjadi parah karena bertentangan dengan hak-hak kebangsaan rakyat Palestina.
Pembentukan negara Israel adalah sebuah usaha penyelesaian masalah nasional (pembebasan nasional) kaum Yahudi, tetapi karena perjuangan ini dilakukan di bawah kapitalisme yang mau tidak mau bersifat eksploitatif, maka penyelesaiannya dilakukan dengan menginjak-injak hak kebangsaan rakyat Palestina. Bila kaum Yahudi saja tidak bisa menyelesaikan masalah kebangsaan mereka sendiri (yang merupakan bagian penting dari perjuangan pembebasan nasional) di bawah kapitalisme, maka apa yang menjadikan alasan untuk berharap bahwa kita bisa menyelesaikan masalah kebangsaan Palestina di bawah kapitalisme juga? Adalah mustahil untuk menyelesaikan masalah kebangsaan Palestina dengan mengandalkan kerjasama dengan kaum feodalis dan kaum borjuis nasional ‘progresif’, karena kerjasama dengan mereka mensyaratkan status quo sistem kapitalisme.
Yang dibutuhkan adalah metode aksi massa berbasiskan kelas pekerja
Intifada (yang berarti pemberontakan di dalam bahasa Arab) mengacu pada pemberontakan popular akar-rumput yang dilakukan oleh rakyat Palestina pada tahun 1987-1993 (Intifada pertama). Metode-metode aksi massa akar-rumput yang digunakan saat itu (demonstrasi massa, mogok, aksi-aksi perlawanan massa, boikot, dsb) adalah metode-metode yang harus dikembangkan di dalam perjuangan pembebasan Palestina. Pada saat itu para pemuda Palestina secara masif melawan pasukan Israel bukan dengan metode-metode terorisme individual yang digunakan oleh PLO pada saat itu, tetapi justru dengan independen melakukan perlawanan aksi massa. Intifada pertama ini berlangsung spontan dan secara akar rumput, dan ia terjadi di luar kepemimpinan PLO yang tidak menyangka radikalisasi massa. Puluhan tahun mereka melakukan metode terorisme individual yang mengecilkan peran massa, terkejutlah mereka ketika menyaksikan gerakan massa yang spontan dan radikal yang justru menggetarkan lutut sang imperialis Israel lebih daripada getaran bom-bom mereka.
Tidak seperti yang selalu digambarkan oleh media bahwa rakyat Palestina hanya terdiri dari kaum teroris, kriminal, dan pengangguran (elemen lumpen), Palestina memiliki kelas pekerja industri yang jumlahnya cukup besar.
Distribusi tenaga kerja Palestina untuk warga berumur 15 tahun dan diatas.
Januari-Maret 2008*
Sektor ekonomi |
Total** |
Lokasi Bekerja |
||
Israel dan daerah pemukiman |
Gaza Strip |
West Bank |
||
Pertanian, perikanan, dan perhutanan
Pertambangan dan manufaktur
Konstruksi
Komersil, restoran, dan hotel
Transportasi, komunikasi, dan penyimpanan
Pelayanan dan cabang-cabang lain |
12.9 (41.8)
13.0 (13.2)
9.4 (4.6)
21.4 (21.7)
4.8 (5.9)
38.5 (12.8) |
5.9
22.4
37.9
19.0
1.7
13.1 |
12.5
5.5
1.6
22.2
6.2
52.0 |
14.4
15.0
7.9
21.4
4.7
36.6 |
TOTAL |
100 (100) |
100 |
100 |
100 |
* Data tenaga kerja Palestina diambil dari Biro Pusat Statistik Palestina, Survey Tenaga Kerja Q1 2008
** Angka di dalam kurung adalah perbandingan dengan presentase tenaga kerja Indonesia.Data tenaga kerja Indonesia diambil dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, Februari 2008
Dengan persentase total pekerja industri (manufaktur, pertambangan dan konstruksi) sebesar 22.4%, ini lebih besar daripada persentase di Indonesia, 17.8%. Ini belum termasuk para pekerja di sektor lainnya (komersil dan pelayanan). Jumlah petani (dan buruh tani) Palestina juga kecil, hanya 12.9% dibandingkan 41.8% di Indonesia. Data ini memberikan gambaran perbandingan bagi para pembaca di Indonesia bahwa ada basis kelas pekerja yang bisa dijadikan dasar untuk perjuangan pembebasan Palestina. Tentu saja angka statistik di atas bukanlah ukuran yang ideal untuk menganalisa sekuat apa kekuatan buruh di Palestina karena kekuatan kelas pekerja juga dilihat dari output ekonominya, sejarahnya, dan organisasinya (kepemimpinannya). Akan tetapi, data ini secara jelas menghancurkan mitos bahwa sama sekali tidak ada prospek untuk perjuangan kelas di Palestina.
Satu faktor yang paling mendukung perjuangan kelas sebagai metode perjuangan pembebasan nasional Palestina adalah posisi kelas pekerja di Israel, satu-satunya sekutu terbaik dari rakyat Palestina untuk melawan imperialisme Israel. Kelas buruh Israel adalah tulang punggung ekonomi Israel. Karena persengketaan tanah antara Israel dan Palestina di pemukiman-pemukiman Yahudi, banyak media yang menggambarkan bahwa Israel didominasi oleh petani-petani yang membutuhkan tanah tersebut untuk ekonomi Israel. Tetapi pekerja di bidang pertanian di Israel hanyalah 18.5% dibandingkan dengan buruh industri 23.7%. (Data dari CIA world fact book, 2002) Dan indikator yang paling kuat adalah proporsi GDP (Produk Domestik Bruto) dari pertanian, yakni hanya 2.7% dibandingkan 30.2% untuk industri (Data dari CIA world fact book, 2007). Pendeknya ini berarti bahwa seorang pekerja industri Israel memiliki bobot ekonomi 10 kali lebih besar dari pada seorang petani Israel. Dengan satu pukulan yang kuat, kelas pekerja Israel bisa merobohkan imperialisme dan kapitalisme Israel, dan bersama-sama dengan rakyat Palestina menyelesaikan masalah kebangsaan mereka atas dasar duduk sama rendah berdiri sama tinggi, yakni atas dasar sosialisme. Prospek ini semakin lama semakin mungkin terjadi. Dengan memburuknya situasi ekonomi dunia yang berimbas ke situasi ekonomi kelas pekerja, kelas penguasa Israel tidak akan bisa lagi menabur debu ke mata rakyat Israel dengan nasionalisme sempit guna mengalihkan perjuangan kelas.
Menarik lebih jauh lagi, pada analisa terakhir, penyelesaian masalah kebangsaan Israel-Palestina bersandar pada gerakan kelas pekerja seluruh bangsa di Timur Tengah yang tersatukan; dan bukan hanya untuk menyelesaikan masalah kebangsaan, tetapi juga menghapuskan feodalisme, fundamentalisme, imperialisme, dan kapitalisme, dan membawa sosialisme ke Timur Tengah. Inilah satu-satunya jalan. Sejarah telah menunjukkan berkali-kali bahwa ideologi nasionalis sendiri saja – apa lagi yang diselimuti dengan fundamentalisme – hanya akan mengarahkan perjuangan nasional ke lorong buntu, dan sering kali justru ke jurang yang dalam.
Sebagai kawan sejati dari seluruh pelosok dunia, kita dukung perjuangan rakyat Palestina dengan sadar dan bukan asal mendukung saja; dalam arti mendukung dengan posisi revolusioner yang benar-benar akan membebaskan mereka dari cengkraman imperialisme dan fundamentalisme. Pada saat yang sama, ini akan berguna untuk memerangi gerakan fundamentalisme di Indonesia sendiri yang menggunakan isu-isu Palestina sebagai retorika anti-imperialism mereka. Gerakan kiri di Indonesia, dalam mendukung perjuangan rakyat Palestina, harus mengambil garis kelas yang sangat jelas karena ketidakjelasan dan posisi yang ambigu dalam mendukung rakyat Palestina akan dibajak oleh retorika anti-imperialisnya kaum fundamentalis. Tidak cukup kita meneriakkan “Hentikan Serangan ke Gaza” karena kaum fundamentalis juga meneriakkan hal yang sama. Sebuah garis kelas yang tajam harus ditarik. Misalkan, kita serukan juga “Gerakan buruh Israel harus mendukung rakyat Palestina dan menentang aksi kejam pemerintahan Israel” dan “Untuk sebuah Federasi Sosialis Timur Tengah”. Kita harus berani mengambil sikap yang tegas dalam menentang fundamentalisme (Hamas, Hezbollah, dan kelompok-kelompok lainnya) karena pada saat yang sama kaum sosialis di Palestina juga sedang berjuang melawan tendensi fundamentalisme di dalam gerakan mereka. Bila kita mendukung Hamas, atau diam saja, maka ini akan mengisolasi kaum sosialis Palestina; terlebih lagi ini akan menguatkan tendensi fundamentalisme di Indonesia.
Oleh karena itu, dengan semangat solidaritas revolusioner untuk perjuangan rakyat Palestina, mari dengan lantang kita serukan:
– Hentikan kekerasan di Gaza dan segera tarik mundur pasukan Israel dari Gaza
– Hentikan blokade ekonomi terhadap Gaza, buka perbatasan untuk pergerakan barang-barang suplai dan rakyat Gaza.
– Hentikan serangan-serangan teroris yang sia-sia terhadap populasi sipil di Sderot; kepemimpinan perlawanan Rakyat Palestina harus mempersenjatai rakyat Palestina ke dalam milisi-milisi rakyat dan mengorganisir komite-komite pertahanan regional di setiap kota dan desa.
– Gerakan buruh Israel harus mendukung rakyat Palestina dan menentang aksi kejam pemerintahan Israel.
– Untuk sebuah Federasi Sosialis Timur Tengah
8 Januari, 2009