Setiap kali kita berbicara mengenai melawan kapitalisme, kita hampir selalu mendengar kata sosialisme didengungkan sebagai alternatif dari kapitalisme. Namun banyak sekali penafsiran yang keliru mengenai apa itu sosialisme. Salah satu penafsiran keliru ini adalah negeri-negeri Skandinavia yang sering dirujuk sebagai model sosialisme. Di sana pendidikan dan pelayanan kesehatan diberikan gratis. Berbagai tunjangan sosial tersedia bagi rakyat. Intinya negara memainkan peran yang dominan dalam menjamin kesejahteraan rakyatnya – dalam apa yang disebut negara kesejahteraan – dan ini lalu dianggap sebagai model sosialisme.
Namun pada kenyataannya apa yang ada di Skandinavia bukanlah sosialisme. Perdana Menteri Denmark sendiri pernah mengatakan bahwa “Denmark sangatlah jauh dari perekonomian sosialis yang terencana. Denmark adalah sebuah ekonomi pasar [baca kapitalisme].”
Yang membedakan antara kapitalisme dan sosialisme bukanlah tunjangan-tunjangan sosial seperti pendidikan gratis. Ya, sosialisme sebagai sistem ekonomi akan menjamin kebutuhan-kebutuhan dasar semua rakyatnya lewat penyediaan program-program sosial, tetapi ini tidak berarti semua rejim yang memberikan pendidikan gratis adalah rejim sosialis. Manusia memiliki dua kaki, tetapi tidak semua makhluk yang memiliki dua kaki adalah manusia.
Perbedaan fundamental antara kapitalisme dan sosialisme adalah modus produksi yang berlaku. Di bawah kapitalisme, tuas-tuas ekonomi dimiliki oleh segelintir orang, yang disebut kapitalis atau borjuasi. Mayoritas lainnya, yakni kelas buruh, tidak memiliki modal dan lantas bekerja untuk sang kapitalis dengan imbalan upah. Lewat kepemilikan dan kendali kaum kapitalis atas alat-alat produksi, mereka meraup profit besar dengan mengupah buruh serendah-rendahnya sementara memaksa buruh bekerja sekeras mungkin. Apa yang diterima buruh jauh lebih kecil dibandingkan apa yang sebenarnya mereka hasilkan lewat keringat mereka. Inilah sumber eksploitasi di bawah kapitalisme.
Sosialisme adalah kebalikan dari kapitalisme. Sosialisme berarti tuas-tuas ekonomi dikuasai oleh rakyat pekerja secara luas. Tidak ada lagi kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi oleh segelintir orang. Ini digantikan dengan kepemilikan kolektif atas tuas-tuas ekonomi. Apa yang kini dihasilkan oleh buruh lewat keringat mereka menjadi milik bersama mereka dan tidak lagi direnggut oleh kapitalis. Yang sebenarnya menciptakan kekayaan adalah buruh dan bukan kapitalis. Kaum kapitalis hanya mengklaim hasil kerja buruh dengan dalih bahwa merekalah yang empunya pabrik dan mesin. Tetapi pabrik dan mesin pun adalah ciptaan buruh.
Tanpa adanya parasit-parasit kapitalis ini, yang menghisap hasil kerja buruh, maka kekayaan berlimpah yang dihasilkan oleh buruh dapat kembali ke tangan mereka yang menciptakannya. Ini berarti upah layak. Ini berarti pembiayaan program-program kesejahteraan rakyat, seperti akses gratis dan bermutu untuk pendidikan sampai tingkat tinggi, pelayanan kesehatan, dsb. Ini berarti pembangunan infrastruktur rakyat, seperti perumahan gratis, sanitasi, akses listrik dan air bersih, dsb. Hanya dengan mengendalikan tuas-tuas ekonomi maka rakyat pekerja dapat mengakses kekayaan berlimpah yang mereka sendiri hasilkan.
Salah satu lagi aspek utama dalam sosialisme adalah perencanaan ekonomi yang demokratik. Dalam kapitalisme keputusan-keputusan ekonomi ada di tangan dewan-dewan direksi yang duduk nyaman di gedung-gedung mewah di Sudirman. Di dalam pabrik, keputusan ada di tangan satu orang, sang majikan. Ia bisa memecat siapapun, kapan pun dan dengan alasan apapun. Perintahnya dalam pabrik adalah absolut. Sang majikan sungguh adalah raja yang menentukan hidup mati kaum buruh. Sebaliknya, dalam sosialisme keputusan ada di tangan kaum buruh secara bersama-sama. Ekonomi akan direncanakan secara demokratik oleh kaum buruh lewat mekanisme yang melibatkan semua lapisan masyarakat, dari tingkat lokal sampai nasional, dan bahkan internasional.
Buruh punya kepentingan langsung untuk menciptakan kondisi kerja yang aman dan sehat, karena mereka sendirilah yang bekerja di sana. Buruh punya kepentingan langsung untuk menghasilkan produk-produk hijau yang tidak merusak lingkungan hidup, karena mereka sendirilah yang akan mengkonsumsi produk tersebut dan juga hidup di lingkungan tersebut. Buruh tidak punya kepentingan menyerobot tanah kaum tani dan masyarakat adat, atau menggusur kampung-kampung miskin, karena mereka semua adalah kelas pekerja. Lain ceritanya dengan kaum kapitalis, yang motif utamanya adalah profit untuk segelintir. Motif utama dari kaum buruh di bawah sosialisme adalah pemenuhan kebutuhan hidup bersama secara harmonis. Demokrasi dalam ekonomi adalah prasyarat utama sosialisme.
Selain demokrasi dalam ekonomi, sosialisme juga akan menjamin demokrasi yang sepenuh-penuhnya dalam ranah politik atau pemerintahan. Dalam kapitalisme, rakyat disingkirkan dari arena politik. Mereka hanya diizinkan berpolitik 5 tahun sekali dalam pemilu untuk mencoblos partai ini atau itu, capres ini atau itu. Selebihnya politik didominasi oleh para politisi elite yang mewakili kepentingan kaum kaya. Pemerintahan diisi oleh pejabat-pejabat tambun yang kehidupannya begitu terpisah dari rakyat yang katanya mereka wakili. Sosialisme akan menghancurkan bentuk negara yang lama dan busuk ini, dan sebagai gantinya membentuk sebuah negara yang sepenuhnya baru dan berbeda, yakni Negara Buruh. Fondasi dari Negara Buruh ini adalah dewan-dewan rakyat pekerja, yang dibentuk dari akar rumput di pabrik, kantor, kampung, desa, sekolah, dsb. Dalam dewan-dewan ini, rakyat pekerja akan terlibat langsung tidak hanya dalam pengambilan keputusan tetapi juga pelaksanaan keputusan.
Ada sejumlah kebijakan yang dapat mulai diambil untuk menjamin agar Negara Buruh yang baru ini tidak lantas menjadi korup dan bangkrut, agar tidak tercipta kasta birokrat. Semua pejabat harus dipilih dan juga bisa direcall setiap saat. Semua pegawai pemerintah digaji tidak melebihi upah buruh terampil. Tidak ada lagi privilese-privilese untuk pejabat. Fungsi-fungsi pemerintah harus sebisa mungkin digilir di antara kaum buruh, dengan demikian tidak ada monopoli kekuasaan. Dalam kasus Indonesia terutama, angkatan bersenjata dan polisi – yang lama telah menjadi aparatus penindas yang kejam yang mewakili kepentingan modal – harus dibubarkan dan digantikan dengan milisi rakyat yang demokratik.
Ringkasnya, sosialisme berarti kepemilikan kolektif atas tuas-tuas ekonomi penting dan perencanaan ekonomi secara demokratik oleh kaum buruh. Sosialisme akan menghancurkan sumber privilese kelas kapitalis yang berkuasa dengan merebut alat-alat produksi dari tangan mereka dan meletakkannya di tangan kelas buruh. Perjuangan sosialis akan bersifat revolusioner dan karena ia akan mengubah secara radikal tatanan masyarakat yang ada dari atas hingga bawah. Perjuangan sosialis juga akan bersifat demokratik, dan tidak bisa tidak, karena ia adalah perjuangan yang melibatkan mayoritas rakyat pekerja untuk menentukan nasib mereka sendiri. Di sini kita berbicara mengenai demokrasi buruh, bukan demokrasi borjuasi hari ini yang penuh dengan kemunafikan dan tipu daya. Demokrasi buruh adalah oksigen bagi sosialisme. Tanpa demokrasi maka yang kita dapati hanyalah karikatur sosialisme.
Kapitalisme sungguh adalah horor tanpa akhir. Segelintir orang bergelimang harta sementara mayoritas hidup dalam kekurangan. Umat manusia dihadapkan pada dua pilihan: tetap berjalan di jalur kapitalisme yang akan membawa peradaban kita pada barbarisme, atau membuka jalan baru ke bentuk masyarakat baru dimana rakyat punya kendali penuh atas nasib mereka, yakni sosialisme. Tidak ada jalan tengah!