Beribu-ribu serangan kepada kelas pekerja dilontarkan oleh pemerintah Indonesia. Setelah PPN naik sebesar 12% per 1 Januari 2025, sekarang subsidi BBM diperketat. Atas nama subsidi “tepat sasaran”, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia sedang menggodok kebijakan agar BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar diperketat. Bahlil membocorkan bahwa skema subsidi BBM adalah blended atau kombinasi, dengan sebagian berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT), sebagian berupa barang yaitu BBM itu sendiri. Untuk subsidi jenis barang, sang menteri mengatakan hanya yang berpelat kuning akan menerima subsidi BBM.
Lalu bagaimana dengan ojek online (ojol) yang bekerja menggunakan kendaraan pelat hitam? Bahlil, si peminum whisky puluhan juta langsung menjawab: “Nggak. Ojek dia kan pakai untuk usaha. Ojek itu alhamdulillah, kalau motor itu, motor punya saudara-saudara kita yang bawa motornya. Tapi sebagian kan juga punya orang yang kemudian saudara-saudara kita yang bawa itu dipekerjakan. Masa yang kayak gini disubsidi.” Jawaban yang bertele-tele khas politikus itu secara eksplisit menyatakan: ojol tak layak disubsidi BBM.
Pernyataan Bahlil langsung mendapat kecaman oleh para driver ojol. Igun Wicaksono, Ketua Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia mengatakan bahwa sungguh tidak mungkin kebutuhan driver ojol dapat tercukupi apabila BBM subsidi dicabut. Kondisi sekarang di mana BBM masih disubsidi pun telah memaksa para driver memilih antara membeli makan atau mengisi bensin agar motor tetap terus berjalan. Oleh karenanya, para driver siap untuk turun ke jalan dan melakukan aksi besar-besaran apabila pencabutan subsidi BBM benar terjadi.
Tentunya Igun tidak sembarang omong. Sebelumnya sudah terbukti driver ojol mampu berkumpul dan berunjuk rasa secara masif. Sebagaimana yang kami beritakan (1000 Driver Ojek Online Turun Jalan: Aksi Teladan Melanjutkan Perjuangan Mahasiswa!), ribuan ojol turun beraksi untuk menuntut keadilan tarif pada Agustus lalu. Mereka melakukannya karena selama ini mereka dieksploitasi habis-habisan oleh para kapitalis pemilik aplikasi ojol. Sekarang, mereka diserang lagi, kali ini oleh pemerintah.
Ancaman tersebut langsung membuat pemerintah teguk ludah. Mereka takut akan aksi besar-besaran kembali. Bahlil ketika ditemui di Hotel Mulia, Jakarta pada Rabu, 4/12, menjawab kepada media: “Ojol itu akan masuk dalam kategori UMKM”. Bahlil dan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartanto juga mengatakan bahwa wacana subsidi BBM masih dibahas. Ini berarti pemerintah membiarkan situasi “mengambang”, apakah ojol, sebagai “pengusaha UMKM”, akan diberikan subsidi atau tidak. Mereka menunggu sampai “semua selesai dibahas”.
Situasi ini menunjukkan mentoknya kelas penguasa Indonesia dalam menavigasi ekonomi. Utang pemerintah yang menumpuk, ditambah krisis global akibat semakin memuncaknya persaingan negara imperialis, membuat pemerintah tak berdaya. Mereka harus membayar utang, dan di saat bersamaan produktivitas dalam negeri tidak berkembang, akibat seretnya investasi asing karena dampak kebijakan proteksionis negara-negara kapitalis maju. Ini berarti mereka harus mengurangi subsidi dan menambah pajak, sesuatu yang selalu berakibat kepada tergerusnya tingkat kesejahteraan kelas pekerja. Namun, mereka sudah terlanjur berjanji banyak hal, misalnya bansos dan makan gratis, yang akan memakan anggaran lebih dari yang dapat mereka keluarkan. Mereka khawatir mereka tak mampu membendung amarah massa yang sudah lama mereka bohongi.
Inilah alasan pemerintah mengotak-atik skema subsidi BBM, guna menanggulangi defisit anggaran dengan dalih agar BBM tidak dinikmati oleh lapisan yang katanya lebih mampu atau tidak layak menerima subsidi. Di sini salah satunya yang jadi sasaran adalah driver ojol.
Alasan yang dikemukakan pemerintah tentunya adalah bahwa ojol adalah “mitra”, atau pengusaha. Pada kenyataannya, mereka sesungguhnya dieksploitasi oleh majikan pemilik aplikasi yang mengatasnamakan mereka mitra kerja. Mereka yang bekerja sebagai driver ojol adalah mereka yang kebanyakan terlempar dari pekerjaan formal. Mereka rela mencicil sepeda motor ke bank, berlama-lama di jalanan mencari orderan, menukar makanan perut mereka sendiri dengan bensin, untuk hasil kerjanya sebagian dipotong oleh perusahaan aplikasi. Mereka mengorbankan badan mereka, setiap butir keringat mereka keluarkan demi penghidupan pribadi dan keluarga, dan bukan untuk profit. Mereka bukan “bos mereka sendiri” dan para driver ojol paham itu. Inilah mengapa mereka secara organik berserikat dan menuntut hak mereka secara kolektif.
Kapitalisme terus menyerang taraf hidup pekerja, kali ini dengan memangkas subsidi BBM dan memperparah kondisi hidup driver ojol. Driver ojol, sebagai bagian dari kelas pekerja secara luas, jika pun tetap mendapat subsidi BBM, masih terus jadi korban eksploitasi oleh relasi “kemitraan” dengan pemilik aplikasi. Belum lagi pemerintah juga tidak mau melindungi hak-hak mereka. Pemerintah hanya mampu menerapkan batas tarif, dan tentunya hal ini tidak mengurangi eksploitasi pekerja ojek online. Pengusaha mampu dengan kekuatan modal mereka mempengaruhi kebijakan pemerintah – baik secara legal maupun ilegal. Tak ada jaminan bagi driver ojol untuk mendapatkan kesejahteraan yang layak mereka dapatkan di bawah sistem kapitalisme ini.
Tidak ada pilihan lain bagi driver ojol selain melawan. Serangan-serangan oleh kelas penguasa akan selalu terjadi dalam situasi krisis kapitalisme. Langkah mereka untuk turun ke jalan dan mogok kerja dengan mematikan aplikasi menjadi opsi mutakhir yang mampu mereka lakukan kembali. Itu akan menjadi tamparan keras untuk kelas penguasa. Ini juga dapat menjadi inspirasi bagi kelas pekerja lainnya. Namun ini bukan perjuangan driver ojol sendiri saja. Diperlukan perjuangan bersama dengan kelas pekerja lainnya, terutama buruh-buruh yang terorganisir yang juga menjadi korban eksploitasi oleh kapitalis dan pemerintah mereka. Dalam sejarah gerakan buruh, ada slogan yang telah dikumandangkan sedari awal: an injury to one is an injury to all. Serangan terhadap satu adalah serangan terhadap semua. Perubahan skema subsidi BBM ini tidak hanya menyerang driver ojol saja, tetapi seluruh rakyat pekerja. Hanya persatuan kelas buruh dalam aksi massa yang militan yang dapat mematahkan serangan kelas penguasa ini. Dengan berjuang secara militan dengan kelas pekerja secara keseluruhan, kita memiliki kesempatan untuk menang.