Kerusuhan pecah setelah ratusan hooligan sepak bola Israel bentrok dengan pengunjuk rasa Pro-Palestina di Amsterdam, Belanda. Bentrokan ini terjadi usai pertandingan sepak bola antara Ajax Amsterdam dan Maccabi Tel Aviv pada Kamis, 7 November malam. Media-media Barat dan Israel dengan sangat beracun menggambarkan kerusuhan ini sebagai “progrom” dan “serangan anti-semit”. Ini adalah kebohongan yang dengan jelas mengekspos keberpihakan mereka terhadap genosida Israel di Gaza.
Media BBC, New York Times dan banyak media-media Barat lainnya yang tak terhitung jumlahnya meliput semua komentar dari para pejabat dan petinggi negara. Pejabat Belanda mengaitkan kerusuhan tersebut dengan anti-semitisme. Raja Belanda Willem Alexander mengomentari insiden tersebut dengan mengatakan: “Kita tidak bisa menutup mata terhadap perilaku anti-semit di jalan-jalan kita”. Sementara itu, Perdana Menteri Belanda Dick Schoof menyatakan di akunnya di X bahwa ia “mengikuti berita dari Amsterdam dengan ngeri”, menggambarkannya sebagai “serangan anti-semit terhadap warga Israel, yang sama sekali tidak dapat diterima”.
Kenyataannya tidak seperti demikian. Video-video yang diunggah di jejaring media sosial menunjukkan bagaimana hooligan Maccabi Israel meneriakkan slogan anti-Palestina, nyanyian anti-Arab dan merayakan genosida di Gaza. Mereka meneriakkan slogan-slogan seperti: “Tidak ada lagi sekolah di Gaza, karena tidak ada anak-anak yang tersisa”, “Ole… ole…ole… IDF menang dan persetan dengan warga Arab.”
Beberapa orang memanjat bagian depan gedung, lalu merobek bendera Palestina. Di lain tempat mereka menyerang siapa saja yang mengibarkan bendera Palestina. Mereka juga menyerang warga keturunan Arab dan Maroko, atau siapa saja yang mengenakan keffiyeh.
Merespons ini, pemuda Maroko mengorganisir diri mereka untuk melawan balik kekerasan yang dilakukan suporter Maccabi Israel. Setelah seorang supir taksi diserang oleh hooligan ini, sebuah seruan muncul di media sosial dan para pengemudi taksi keturunan Arab yang marah berkumpul di luar kasino tempat berkumpulnya para pendukung Maccabi. Bentrokan tidak dapat dihindari.
Tetapi setelah itu, media-media yang ada memainkan peran yang paling menjijikkan dengan memutar balikkan fakta seolah-olah suporter Israel-lah yang menjadi korban kekerasan fisik ini. Mereka menyebarkan propaganda dengan menyebut kekerasan ini sebagai progrom anti Yahudi, holocaust dan banyak omong kosong lainnya yang serupa.
Media-media ini begitu menjilat kepada Israel dengan mengatakan: “Kekerasan di Amsterdam telah menimbulkan pertanyaan tentang keamanan bagi penggemar Israel di tempat lain di Eropa.”
Bagi negara-negara imperialis dan juga media-media pendukungnya selalu ada standar ganda bagi Israel. Entah itu hak membela diri dan hak mendapatkan keamanan. Tetapi hak ini tidak berlaku bagi Palestina yang tertindas. Mereka tidak pernah berbicara mengenai keamanan anak-anak kecil dan perempuan di Gaza yang setiap harinya terbunuh oleh Israel. Mereka sama sekali bungkam terhadap warga Arab yang menjadi sasaran kekerasan suporter Israel. Mereka tidak mengatakan apapun karena media-media ini adalah milikinya para bisnis besar.
Seperti yang dikatakan Malcolm X: “Media adalah entitas paling berkuasa di bumi. Mereka memiliki kekuatan untuk membuat orang yang tidak bersalah menjadi bersalah dan membuat orang yang bersalah menjadi tidak bersalah, dan itulah kekuasaan.” …
“Jika Anda tidak berhati-hati, surat kabar akan membuat Anda membenci orang-orang yang tertindas, dan mencintai orang-orang yang melakukan penindasan.” Inilah fakta yang terjadi.