Menulis sebuah ulasan untuk buku ini sangatlah sulit bagi saya. Bukan karena buku ini tidak bisa dipahami, tapi buku ini sangatlah kompleks dan menjabarkan segala hal yang tidak bisa saya jabarkan dalam beberapa lembar saja dalam artikel singkat ini. Selain itu, kesulitan utama dalam menulis ulasan ini adalah mengikuti detil demi detil perkembangan sains modern hari ini yang diuraikan oleh sang penulis. Tentu saja ulasan singkat ini tidak lengkap, bahkan tidak bisa digantikan dengan membaca isi keseluruhan dari buku ini.
Pada dekade yang lalu kita menyaksikan berbagai serangan terhadap Marxisme. Serangan ini masih berlangsung sampai hari, baik secara sembunyi-sembunyi maupun secara terbuka. Namun ini adalah satu dari sekian masalah yang kita hadapi. Masalah lain adalah masa depan perkembangan ilmu pengetahuan hari ini yang telah dan sampai sekarang mengalami jalan buntu.
Lebih dari seabad yang lalu, Engels di dalam polemiknya melawan Herr Eugen Dühring, telah mengantisipasi kecenderungan umum sains modern yang mulai bergerak ke jalan buntu ini. Di dalam polemiknya, Engels mengatakan bahwa, “Hasil-hasil yang dicapai oleh ilmu pengetahuan alam modern memaksakan diri pada setiap orang yang berurusan dengan masalah-masalah teoretikal dengan kekuatan tak-terelakkan yang sama yang mendorong ilmuwan alam dewasa ini mau-tak-mau pada kesimpulan-kesimpulan teoretikal umum.”
Pernyataan ini masih tetap relevan, bahkan sampai buku ini, “Nalar yang Memberontak” diterbitkan. Sejumlah fakta-fakta ilmiah yang telah ditemukan membuktikan ketepatan pernyataan Engels tersebut. Bila kita mengambil kesimpulan yang telah diambil oleh Engels dan membaca buku “Nalar yang Memberontak” kita akan mendapati bahwa sampai saat ini para ilmuwan mencoba menghindari pertanyaan teoretikal umum atau dalam hal ini kita sebut sebagai filsafat.
Bukan sebuah kebetulan bila para ilmuwan menyatakan demikian. Perkembangan teknologi yang dicapai masyarakat hari ini melebihi apa yang telah dicapai masyarakat sebelumnya. Melalui berbagai penemuan-penemuan penting dan modern abad ini, tentu persoalan-persoalan teknik dalam memecahkan masalah-masalah ilmu pengetahuan lebih mudah dipecahkan daripada sebelumnya. Namun pada kenyataannya, jauh panggang dari api. Hari ini kita disajikan berbagai tumpukan fakta-fakta ilmiah yang justru digunakan untuk membenarkan kesimpulan yang sebenarnya telah terdiskreditkan di dalam ranah teori secara umum atau filsafat. Kita dapat menghargai otoritas para tuan-tuan terhormat ini di dalam masyarakat kelas sekarang. Ketika kekayaan masyarakat masih dimiliki segelintir orang, maka, maka begitu juga dengan kebudayaan, seni, moralitas, filsafat dan ilmu pengetahuan juga adalah miliknya kelas penguasa.
Marxisme telah lama menjadi musuh dari tuan-tuan terhormat ini, yang dengan kecongkakan Baconian memandang rendah filsafat Yunani hanya karena filsafat Yunani tidak memiliki ilmu pengetahuan empiris. Kita dapat mengakui kecongkakan ini sebagai sebuah kenyataan bahwa mereka mengembangkan ilmu pengetahuan lebih lanjut. Namun sebagai sebuah sejarah dari teori, kita berhutang kepada prestasi-prestasi dari orang-orang tua ini. Dalam bentuknya yang beragam, ia mengandung embrio awal dari kelahiran cara pandang-cara pandang masa yang akan datang, seperti: Leukippos oleh Dalton, Demokritus oleh Kant. Oleh karenanya, siapapun yang ingin mempelajari ilmu pengetahuan modern, mau tidak mau, harus melibatkan dirinya ke dalam sejarah teori secara umum atau dengan kata lain filsafat, bila ia tidak ingin kembali kepada kesimpulan masa lampau. Seperti ungkapan terkenal George Santayana: “Mereka yang tidak dapat belajar dari sejarah dikutuk untuk mengulanginya.”
Marxisme sering kali dikaitkan bidang ilmu sosiologi, sebuah ilmu yang berhubungan dengan masyarakat manusia. Ada juga yang menganggap bahwa pencetus ide ini, yakni Marx, hanyalah seorang ekonom, dan Marxisme tidak ada hubungannya sama sekali dengan sains modern, apalagi membawa penaklukan baru terhadap perkembangan sains modern pada waktu itu. Namun kita dapat berpaling kepada Engels, kolaborator Marx yang menemani Marx sampai akhir hayatnya. Di tangan Engels inilah seluruh fondasi pemikiran Marx dikembangkan untuk menjawab problem-problem sains pada waktu itu. Engels menunjukkan bahwa para sarjana ilmu alam secara tidak sadar tiba pada kesimpulan dialektika mengenai proses-proses cara bekerja alam.
Perkembangan ilmu pengetahuan abad ke-20 telah menggenapi kesimpulan Engels ini. Seperti yang diungkapkan paleontologis Stephen Jay Gould:
“Sejarah kehidupan bukanlah sebuah perkembangan yang bersinambungan, tapi sebuah catatan yang terputus-putus oleh episode-episode singkat kepunahan massal dan diversifikasi yang menyusulnya, yang kadang tampak sekejap jika dilihat secara geologis. Hewan multiseluler modern membuat kemunculannya yang pertama dalam catatan fosil sekitar 570 juta tahun lalu – dan dengan sebuah ledakan, bukan dengan sebuah kresendo yang berkepanjangan. ‘Ledakan Kambrium’ ini menandai bangkitnya (setidaknya apa yang ditunjukkan oleh bukti nyata) hampir semua kelompok besar hewan modern – dan semuanya terjadi pada jangka waktu yang sangat pendek, secara geologis, yaitu hanya beberapa juta tahun saja”
Kesimpulan ini telah mematahkan semua anggapan sebelumnya bahwa proses evolusi terjadi secara bertahap. Dengan ini, Gould menunjukkan bahwa evolusi terjadi melalui perubahan-perubahan terakumulasi, mula-mula secara kuantitas, yang kemudian meledak secara kualitatif, melalui revolusi dan transformasi. Semakin dalam penelitian dilakukan, semakin buyar pula sistem yang kaku dan statis sifatnya. Seluruh penemuan terakhir telah membuktikan ketepatan metode dialektika ini. Salah satu cara ilmu pengetahuan dapat melampaui rintangannya hari ini adalah dengan memeluk dialektika secara sadar.