
Bagaimana Revolusi Ini Datang dan Kemana Ia Harus Melangkah
Roda revolusi telah berputar dan tak bisa berhenti di tempat. Ia entah harus menang dengan menumbangkan rejim, atau mundur dan kalah.
Roda revolusi telah berputar dan tak bisa berhenti di tempat. Ia entah harus menang dengan menumbangkan rejim, atau mundur dan kalah.
Seperti api dalam sekam, kemarahan rakyat kepada kelas penguasa kini akhirnya meledak dan nyalanya tidak bisa dipadamkan.
Seperti api yang menjalar, demonstrasi di Jakarta dan Palu memicu perlawanan rakyat dengan tuntutan bubarkan DPR. Dari bentrokan di Palmerah hingga bendera One Piece di Bone, kaum muda berani menantang gas air mata dan pentungan polisi.
“Surga terakhir di bumi” kini dirusak oleh pertambangan nikel. Raja Ampat yang dulunya memukau dunia dengan keanekaragaman hayatinya, kini terancam tanah gundul dan laut tercemar. Raja Ampat korban rakusnya sistem kapitalis yang mengorbankan warisan alam demi profit sesaat.
Bursa kerja di Cikarang Utara yang sempat memicu kericuhan menjadi bukti nyata bahwa di bawah kapitalisme, rakyat pekerja dan kaum muda harus berjuang keras hanya untuk memperoleh pekerjaan yang layak.
Ketegangan meningkat di Halmahera Timur saat warga adat bertemu aparat yang melindungi PT. Sambaki Tambang Sentosa, menggambarkan siapa yang dilindungi negara dalam konflik sumber daya alam.
Represi band Sukatani atas kritik terhadap korupsi polisi melalui lagu “Bayar, Bayar, Bayar” membuktikan demokrasi dan kebebasan berpendapat hanya berlaku selama tidak mengancam kepentingan kelas penguasa.
Krisis kapitalisme yang melanda dunia saat ini telah membawa Indonesia semakin jauh terperosok ke dalam jurang kegelapan ekonomi yang semakin pekat.
Di tengah hiruk-pikuk politik global, kemunculan Jokowi sebagai salah satu pemimpin terkorup versi OCCRP memicu gemuruh kritik, mengungkap semakin karut-marutnya korupsi dan nepotisme dalam pemerintahan.
Kasus DWP bukan sekadar skandal pemerasan, melainkan cerminan mendalam dari kerusakan sistemik institusi kepolisian.