Bertepatan dengan 30 Agustus, hampir dua dekade berlalu sejak referendum hak menentukan nasib sendiri berlangsung di Timor Leste kita semua harus bertanya apa yang telah dicapai oleh kemerdekaan ini?
Bertepatan dengan 30 Agustus, hampir dua dekade berlalu sejak referendum hak menentukan nasib sendiri berlangsung di Timor Leste kita semua harus bertanya apa yang telah dicapai oleh kemerdekaan ini?
Ribuan pelajar berusia antara 13 sampai 17 tahun keluar memenuhi jalan-jalan utama di Dhaka Ibu Kota Bangladesh selama lebih dari satu pekan terakhir. Mereka menuntut agar Pemerintah segera membuat regulasi tentang keamanan berkendaraan di jalan.
Pemerintahan baru yang dihasilkan oleh Pemilu kali ini akan dihadapkan dengan sisi-sisi yang berkontradiksi.
Kenyataannya baik partai yang berkuasa dan partai oposisi hanyalah dua sisi dari koin yang sama. Kepentingan mereka bukan menghapuskan masalah-masalah mendasar rakyat Malaysia. Kepentingan mereka adalah bagaimana menjarah kekayaan rakyat.
Ribuan demonstran kaos kuning memadati Lapangan Merdeka pada Minggu (30/8). Sambil berjalan kaki, serta membawa poster-poster besar, massa meneriakkan yel-yel anti pemerintah.
Para pelajar Hong Kong yang heroik telah memulai babak baru dalam perjuangan demokrasi. Puluhan ribu telah turun ke jalan selama seminggu terakhir, melawan represi polisi yang brutal.
Artikel ini ditulis pada 14 Mei 2014, seminggu setelah kudeta yudisial pada 7 Mei 2014. Tidak lama kemudian, kudeta militer menyusul pada 22 Mei. Ketegangan semakin tinggi di Thailand semenjak krisis politik yang telah berlangsung selama beberapa tahun ini mencapai puncaknya. Minggu lalu kudeta yudisial melengserkan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra dan beberapa menterinya.
Pada 23 Maret 1931, seorang pemuda berusia 23 tahun, Bhagat Singh, ikon revolusioner legendaris dalam perjuangan kemerdekaan rakyat anak benua India (sebelum India dan Pakistan dipecah oleh Inggris – Ed.), dan kawan-kawan seperjuangannya, Sukhdev Thapar dan Shivaram Rajguru, digantung di penjara pusat di Lahore.
Kaum kapitalis di dunia maju, pada satu sisi, luar biasa gembira atas restorasi kapitalis di Tiongkok, sementara pada saat yang sama mereka dibuat cemas oleh klas penguasa birokratik Tiongkok yang tidak mengizinkan mereka menjarah Tiongkok habis-habisan. Konflik-konflik mereka tidak berwatak ideologis, tapi disebabkan oleh persaingan di pasar, investasi, dan antagonisme perdagangan.
Pandangan klasik tentang bagaimana kapitalisme berkembang adalah di dalam masyarakat feodal suatu kelas timbul, yang terdiri dari para pedagang, bankir, para industrialis awal, yakni burjuasi, dan bahwa supaya klas ini mampu mengembangkan potensi penuhnya sebuah revolusi burjuis diperlukan untuk mematahkan batas-batas yang diimposisikan oleh aristokrasi feodal bertanah. Itulah bagaimana hal-ihwalnya berkembang, kurang lebih, di negeri-negeri seperti Prancis dan Inggris, tapi tidak di Jepang.