Pengantar
Oleh Alan Woods
Peristiwa-peristiwa terkini di Iran merupakan hal yang sangat penting bagi kaum buruh di seluruh dunia. Dua puluh tahun setelah revolusi anti-Shah dibelokkan dari relnya dan diubah menjadi lorong buntu oleh para fundamentalis, rakyat sekali lagi mulai bergerak. Demonstrasi mahasiswa, kemenangan besar-besaran dari para “reforman” dalam pemilihan umum, kesemuanya ini adalah indikasi akan adanya perubahan fundamental dalam situasi. Publikasi dari buku Dr. Zayar dengan demikian tidak memerlukan justifikasi khusus.
Peristiwa-peristiwa yang baru saja terjadi mernberikan konfirmasi yang mengejutkan dari analisa yang telah dibuat setahun yang lalu dalam dokurnen First Shots of the Iranian Revolution. Dalam karya itu kami menandaskan bahwa rezim para mullah dalam keadaan krisis, ditandai dengan perpecahan antara apa yang dinamakan sebagai reforman dan faksi garis keras, dan bahwa dernonstrasi mahasiswa menandai dimulainya sebuah tahapan baru dalam revolusi Iran. Represi yang brutal terhadap para mahasiswa, kami memprediksikan, akan membawa ke keadaan tanpa gejolak untuk sementara waktu, namun hal ini akan berakhir dalam sebuah kebangkitan gerakan baru yang tak terelakkan.
Sejak paragraf tersebut dituliskan, telah terdapat beberapa perkembangan baru yang besar, yang kesemuanya cenderung memberikan konfirmasi terhadap posisi kami sejak awal. Proses revolusioner di Iran mencapai sebuah tingkatan baru dengan pemilihan sebuah pemerintahan “reformis” pada awal tahun ini. Dengan mendorong faksi reformis menuju ke tampuk kekuasaan, massa ini melancarkan pukulan lain terhadap para mullah reaksioner yang telah memegang kekuasaan selama 20 tahun terakhir. Mereka mengambil keuntungan dari pemilihan untuk mendemonstrasikan keinginan mereka yang bergelora akan adanya suatu perubahan. Namun demikian, tidak ada perubahan yang telah diterima. Faksi reformis yang dipimpin oleh Mohammad Khatami takut untuk menangani para mullah reaksioner yang diwakili oleh Ayatollah Ali Khamenei.
Koran Chicago Tribune (10 juli, 2000) berkomentar: “Parlemen baru, yang keenam di Iran sejak revolusi, bersidang pada 28 Mei dan telah menghabiskan kebanyakan waktu enam bulan pertamanya meributkan masalah teknis dan menghindarkan isu-isu nyata.” Koran ini meneruskan ke permasalahan pemilihan Muhammad Reza Khatami, seorang reforman terkemuka yang merupakan saudara dari Presiden Khatarni: “Perubahan di Iran akan menjadi sulit dan gradual… Mereka yang mengharapkan bahwa segala sesuatunya akan diselesaikan dalam waktu 6 bulan atau 12 bulan harus memahami bahwa perubahan sosial secara mendalam memakan waktu bertahun-tahun.”
“Sementara itu,” tambah Harian Tribune, “para reforman berhati-hati dalam mengambil langkahnya di parlemen. Mereka berasal dari berbagai kelompok yang berbeda, berkisar dari perwakilan kelompok mahasiswa hingga sebuah organisasi yang dinamakan Asosiasi Pejuang Ulama, tanpa adanya agenda yang pasti terhadap komitmen samar akan ‘kebebasan lebih banyak’.
Khatami dan para pendukungnya mencari perubahan melalui sarana damai yang legal, dan pada saat bersamaan menjaga konstitusi dan asas pemerintahan ulama yang tertinggi. Hal ini hampir sama saja dengan mencoba membuat bentuk kotak dari sebuah lingkaran. Meskipun para reforman telah melakukan segenap penyerahan diri dan kompromi, kaum mullah masih tidak dapat ditenangkan. Catatan bahwa, merupakan suatu hal yang masuk akal untuk mengurangi kontradiksi dalam masyarakat dengan memberikan suara bagi reformasi telah menunjukkan suatu hal yang benar-benar utopis. Sebaliknya, antagonisme telah meningkat pada sebuah level ketakutan yang baru.
Setelah adanya kekalahan yang sangat termasyhur dari para reforman dalam pemilihan parlemen Februari lalu, para ulama konservatif telah menggunakan koptrol mereka atas lembaga peradilan untuk menyerang balik. Meskipun kaum konservatif militan hanya mengontrol kurang lebih 30 persen dari kursi yang ada di parlemen, mereka telah melakukan perlawanan ketat “satu lawan satu” dalara belasan pertandingan yang dimenangkan oleh kandidat reformis. Sekitar 20 kursi masih belum diketahui siapa pemenangnya. Para reforman mengontrol lembaga eksekutif dan legislatif dalara pemerintahan Iran. Akan tetapi kaum konservatif agamis masih mendominasi lembaga yudikatif dan pusat kekuasaan penting lainnya, dan mereka telah memperlihatkan bahwa mereka siap untuk menyabotase semua usaha serius untuk mereformasi.
Ketika secara sistematis menghambat dan menyabotase reformasi, Khamenei, merasakan adanya
tekanan dari bawah, berkewajiban untuk mengambil kendali dan melakukan manuver. Dia mempertahankan reformasi “pada prinsipnya” tetapi menuntut tujuan yang jelas terdefinisikan demi menghindari adanya “miskonsepsi”. “Kami tidak ingin setiap orang menyokong pemahamannya sendiri tentang reformasi. Jikalau reformasi bergerak terlalu cepat, hal itu dapat mengarah terhadap adanya deviansi,” katanya. Dengan kata lain, Khamenei dan para reaksionaris berlindung di balik jubah Khatami dan para reforman borjuis dalam rangka mengkontrol gerakan masa. Akan tetapi tujuan dia adalah untuk menjaga cengkeraman para mullah yang kuat terhadap negara: “Konstitusi haruslah digunakan sebagai suatu ikrar, dimana Islam memiliki keutamaan di atas segala undang-undang,” tegas Khamenei.
Isu serius satu-satunya yang telah dikendalikan oleh para reforman sejauh ini adalah undang-undang pers yang mempermudah lembaga yudikatif dalara memberangus suratkabar. Akan tetapi di sini sekalipun kaum konservatif telah membuat segalanya menjadi jelas bahwa mereka hendak menghambat inisiatif ini dalara Dewan Pengawal Konstitusi, sebuah lembaga konservatif yang memiliki otoritas untuk memblokir undangundang yang dianggap “ofensif terhadap Islam.” Mereka telah menggunakan kekuatan yudikatif untuk membredel 20 suratkabar dan majalah reformis. Mereka juga telah memenjarakan belasan jurnalis terkemuka dan aktivis gerakan reformasi. Khamenei membela serangan atas kebebasan pers ini: “Kebebasan adalah penting, akan tetapi material yang meracuni (dalam pers) yang membelokkan reformasi pada saat kritis yang sensitif ini, dilarang,” katanya. “Kita tidak akan mengijinkan metode musuh kita digunakan untuk melaksanakan reformasi.”
Belum-belum konfliknya sudah dibatasi dengan kata-kata. Kaum reaksionaris telah berulangkali memperlihatkan bahwa mereka siap untuk menggunakan kekerasan apabila hal itu sesuai untuk mereka. Sebuah percobaan pembunuhan terjadi pada bulan Maret yang membuat luka kritis pada Saeed Hajarian, seorang penasihat kunci bagi Presiden Khatami, yang dilakukan oleh sebuah kelompok pejuang Islam, hampir pasti dilakukan dengan persetujuan para ulama reaksioner.
Kepengecutan Kelompok Liberal
Menghadapi kekerasan semacam itu, para reforman semata hanya mencoba untuk mengubur mereka hiduphidup. Tujuan utama mereka ke depan adalah untuk mencegah gerakan dari bawah dengan segala daya upaya. Ketika dihadapkan dengan ancaman dari kebangkitan masa, maka mereka tidak bisa tidak akan berkompromi dan meredam lapisan bawah dengan reaksi. Dalam usahanya untuk mengurangi snood para pemberontak, kaum Liberal akan melakukan yang terbaik menurut mereka untuk memperendah harapan: “Bersabarlah”, “Kami tidak bisa melakukannya sekaligus!” dan sebagainya dan seterusnya. Tom Hundley, koresponden luar negers harian Chicago Tribune berkomentar: “Harapan yang tinggi pada beberapa bulan yang lalu telah memudar. Dengan pemahaman yang lebih jelas tentang bagaimana permainan ini akan dimainkan, para reforman yang menyapu hasil pemilihan parlementer pada bulan Februari sekarang mencoba untuk memperkecil pengharapan dari para pendukung mereka” (Chicago Tribune, 10 Juli 2000).
Para pemimpin gerakan reformasi-termasuk beberapa “mahasiswa” yang terkenal dari generasi sebelumnya, yang memimpin pendudukan Kedutaan Besar Amerika pada tahun 1979-terus mendesak mereka untuk mengendalikan perasaan dan bersabar. “Beberapa orang yang dibuat frustasi mungkin akan mencari jalan yang lain untuk mencapai tujuan mereka, tetapi kami mendesak kelompok ini untuk tidak mengambil langkah-langkah ilegal, khususnya sekarang, dimana kauri memiliki kekuatan untuk meraih tujuan ini melalui sebuah kerangka yang legal,” ucap Khatami, saudara sang presiden.
Hamid-Reza Jalaipour memainkan sebuah peranan yang menonjol dalam gerakan untuk menggulingkan kekuasaan Shah. Sebagai imbalannya, pada usia ke-21, adalah kegubernuran sebuah provinsi, namun setelah beberapa saat dia mulai merasa kecewa dengan para ulama yang memerintah negeri. Pada saat itu dia mulai menerbitkan suratkabar reformasi. Orang Liberal tersebut sangat ingin menjauhkan diri dari revolusi. “Ini adalah sebuah gerakan untuk menciptakan sebuah masyarakat madani. Ini adalah sebuah gerakan damai, sebuah gerakan yang halus, bukan sebuah revolusi,” begitu kata Jalaipour. Mantan pemimpin gerakan mahasiswa ini berubah menjadi penerbit suratkabar yang kaya pada usia 40-annya, secara sempurna mengekspresikan pendirian kaum Liberal: “Satu revolusi sudah cukup.”
Apakah ini tidak familier bagi kita di Barat? Hal ini mengingatkan akan sebuah kelas menengah eksradikal yang menyedihkan, yang berdemonstrasi di jalanan Paris tahun 1968 dan sekarang merupakan reformis yang nyaman dan politisi borjuis yang tidak ragu-ragu untuk mengacu pada surat kepercayaan “revolusioner” (yang ada tiga puluh tahun yang lalu), pada saat yang sama mendesak generasi baru supaya “bersabar” -yaitu, menundukkan kepala mereka atas kemenangan kapitalisme yang tak terhindarkan. Seperti halnya Kadet Rusia sebelum Revolusi, ketakutan mereka akan masa adalah ratusan kali lebih potensial daripada kebencian mereka terhadap kaum reaksioner.
Akan tetapi kata-kata muluk seperti itu tidak mempunyai pengaruh sama sekali terhadap rakyat yang telah letih menunggu. Perasaan yang tumbuh adalah “tak ada yang telah berubah” dan dengan demikian sebuah impuls dari bawah diperlukan. Perbenturan penuh kekerasan antara mahasiswa pro-reformasi dengan satgas Islam pada akhir minggu 8-9 Juli menunjukkan bahwa kesabaran mulai semakin menipis, terutama di antara kaum pemuda. Pemuda adalah kunci bagi revolusi Iran. Hampir 60 persen dari 65 juta populasi Iran ada di bawah usia 25 tahun. Mereka yang tidak memiliki memori nyata terhadap revolusi Islam ataupun Khomeini, menuntut kebebasan dan semakin tidak sabar dengan lambatnya langkah perubahan. Selama beberapa bulan, Presiden Khatami dan para sekutunya telah menyerukan untuk tetap tenang menghadapi agitasi dari penganut garis keras. Dalam pendapatnya yang dipublikasikan pada hari Sabtu, Khatami telah memperingatkan adanya “ledakan” sosial jika kritikan dilenyapkan dengan paksa. “Salah jika berharap bahwa rakyat bertindak sebagaimana mereka, dan menindak mereka jika mereka tidak melakukan seperti yang diharapkan,” katanya dalara komentar menandai peringatan peristiwa penyerbuan Juli 1999. “Kami tidak boleh bertindak dalam sebuah cara yang akan memperlebar kesenjangan antara rakyat dengan pemerintah, sesuatu yang pada akhirnya bisa mengakibatkan ledakan,” Khatami memperingatkan. “Rakyat harus diperbolehkan untuk berbicara bebas dan mengkritik pemerintahnya, karena jika mereka tidak diijinkan untuk melakukan hal ini, ketidakpuasan publik pada akhirnya akan menyebabkan sebuah ledakan
Khatami yang liberal mencoba untuk memperingatkan kaum reaksioner akan bahava adanya ledakan sosial kecuali jika mereka setuju untuk melakukan reformasi. Akan tetapi, seperti biasanya, peringatan yang bermaksud baik dari kaum Liberal terhambat pada tulinya telinga. Kaum reaksioner telah memutuskan bahwa setan revolusi harus diusir dengan ledakan dan peluru, bukan dengan reformasi.
Masa Turun ke Jalanan
Sekali lagi para mahasiswa harus memenuhi jalanan di Teheran dan kota-kota lainnya. Akan tetapi lingkup dari gerakan sekarang ini adalah jauh Iebih besar dari gerakan yang terjadi pada musim panas lalu yang kami gambarkan pada saat itu sebagai “percobaan pertama revolusi Iran”. Gerakan mahasiswa terkemuka, Persatuan Upaya Konsolidasi (PUK), mengorganisasikan sebuah even damai untuk memperingati ratusan mahasiswa yang terluka pada sebuah serangan atas pondok mahasiswa tahun 1999, menyerukan para pendukung supaya membagikan bunga dengan slogan “senyum untuk reformast”. Para pemimpin reformis mengadakan sebuah seminar pada suatu pondok yang setahun lalu diserang oleh para gerombolan Islam dan menghajar para mahasiswa. Tujuan akan seminar ini adalah untuk mendesak digunakannya taktik tanpa kekerasan dalara perjuangan meraih kebebasan yang lebih besar dan mencapai demokrasi. Akan tetapi banyak pelajar yang mengabaikan posisi damai semacam itu dan larangan resmi untuk mengadakan arak-arakan, mereka turun ke jalan atas kehendak sendiri dan menarik banyak minat orang awam untuk bergabung dengan keinginan mereka. Begitu masa mahasiswa turun ke jalan, demonstrasi yang terjadi menampilkan karakter yang sama sekali berbeda.
Ketika para mahasiswa berkumpul di universitas, mereka berhadapan dengan polisi dan para milisi sukarela Islam. Pertikaian meletus dan dengan cepat menyebarluas melalui pusat kota Teheran. Para satgas Islam telah menyerang demonstrasi sebelumnya yang dilakukan oleh para mahasiswa yang meneriakkan slogan-slogan untuk memberikan dukungan terhadap reformasi dan kebebasan politik. Para saksi mata menyatakan bahwa polisi tidak melakukan intervensi disaat para petugas sukarela Islam memukuli dan menendangi para mahasiswa dimuka mereka. Kekerasan polisi dijawab dengan sebuah ledakan di jalanan beberapa hari kemudian. Beratus-ratus orang, kebanyakan dari mereka dipersenjatai dengan bebatuan dan meneriakkan “kematian bagi para diktator”, bertarung mati-matian dengan belasan pejuang garis keras yang dipersenjatai dengan batu, rantai dan senjata otomatis. Para pejuang meneriakkan slogan mendukung pemimpin tertinggi garis keras Ayatullah Ali Khamenei. Para saksi mata melihat para demonstran terluka ketika kelompok militan Ansar-e-Hisbullah, atau Sahabat Partai Allah, dilempari dengan rantai, pentungan kayu dan botol pecah, disekitar pusat Taman Revolusi, dekat dengan Universitas Teheran, dimana para mahasiswa pro reformasi mengadakan hari protes damai.
Koran-koran melaporkan bahwa polisi dan para pejuang menangkap banyak demonstran dari sebuah kerumunan, yang berjumlah beberapa ribu maksimumnya. Beberapa pengunjuk rasa dibalas dengan batu-batu. Saksi mata melihat belasan orang ditangkap, dilemparkan kedalam mobil, van dan truk polisi, yang terus menerus berdatangan ke distrik tersebut. Anggota milisi sukarela Basij yang mendukung garis keras juga memenuhi jalan dengan sepeda motor dan van, dilengkapi dengan pentungan kayu dan bekerja bahu membahu dengan polisi. Pada hari Sabtu, ribuan polisi anti huru-hara-kembali-memekakkan jalanan yang sepi disekitar Taman Revolusi di Teheran. Pecahan kaca, pentungan dan batu berserakan mengotori daerah itu.
Pertikaian antara para pengunjuk rasa dengan pejuang Islam meninggalkan goresan berupa para demonstran ditangkap dan banyak orang dikedua belah pihak terluka parah. Tidak jelas berapa orang yang terluka dalara perkelahian antara kedua kubu, tapi setidaknya selusin orang terlihat diangkut kedalam mobil pribadi, kebanyakan dengan luka dikepala. Unjuk rasa dengan Lebih sedikit kekerasan yang meletup di bagiab selatan kota Shiraz dan sentra kota lsfahan. Akan tetapi peristiwa-peristiwa yang terjadi telah menunjukkan bahwa pentungan polisi tidak dapat menghentikan gerakan tersebut. Sebaliknya. Begitu sebuah rezim memakai kembali kegunaan purbanya, berupaya untuk menjaganya dengan cara kekerasan, maka dampak yang dihasilkan akan merupakan kebalikan dari yang diharapakan. Setiap tindakan represi hanya akan mengakibatkan kebencian yang lebih dalam diantara masa terhadap rezim tersebut dan memperlebar jurang dalam yang memisahkan dua kelas yang bertentangan. Hal ini, pada gilirannya, akan mengakibatkan hilangnya usaha bagi mereka yang mencoba untuk menutupi dan menyembunyikan kesalahan. Pendidikan di jalanan telah memberikan masyarakat dengan pelajaran yang berharga tentang alam, bukan hanya tentang reaksi tetapi juga tentang Liberalisme.
Gerakan tersebut kini telah melewati batasan yang dibuat oleh para reforman. Sebuah laporan dari Teheran oleh koresponden Reuters, Mehrdad Balali (Minggu, 9 Juli 2000) menyimpulkan: “Para pengunjuk rasa jauh melewati batas dari apa yang diperjuangkan oleh gerakan Khatami bagi perubahan politik dan sosial, serta melampaui garis yang disebut sebagai’garis merah’ bagi perlawanan politik.” (Dengan penekanan dari saga, AW.) Apa yang paling signifikan dari peristiwa ini adalah bahwa teriakan-teriakan para pengunjuk rasa utamanya diarahkan kepada para reforman. “Khatami, Khatami, perlihatkan kekuasaanmu atau mundur!” begitu dendang para demonstran pada arak-arakan hari Sabtu. Hal ini adalah salah satu dari pertama kalinya aktivis reformasi mengkritik presiden didepan publik. “Khatami, Khatami, ini adalah peringatan terakhir!” adalah slogan yang lain.
Perkembangan ini malahan merupakan sebuah titik balfik. Mereka menandai adanya perubahan kualitatif dalam keseluruhan situasi di Iran. Apa yang mengejutkan adalah cepatnya pergerakan melewati tingkat parlementer menuju ke jalanan. Ini adalah ekspresi dari fakta bahwa kontradiksi tersebut terlalu dalam untuk bisa diperbaiki oleh montir amatir di parlemen. Pemilihan reformis hanyalah semata diadakan untuk mengekspos impotensi mereka. Gerakan dijalanan adalah merupakan, dalam satu bagian, sebuah usaha untuk mendorong mayoritas Liberal di parlemen untuk bertindak lebih jauh. Dalam kesia-siaan!
.Seperti yang telah kami jelaskan satu tahun lalu, setelah 20 tahun bereaksi dibawah pemerintahan kaum mullah, rakyat kini tidak sabar akan adanya perubahan. Perpecahan pada tingkat atas adalah merupakan refleksi dari jalan buntu yang dihadapi rezim tersebut. Salah satu sayap dari kubu pemerintah mengatakan: “jika kita tidak mereformasi dari tingkat atas maka akan timbul revolusi.” Saya_p yang lainnya berkata: “Jika kita melakukan reformasi maka akan timbul revolusi.” Dan keduanya benar. Perjuangan pada tingkat atas, yang secara terbuka ditampilkan dalam parlemen, memberikan dorongan bagi gerakan dari bawah. Hal ini adalah merupakan arti sesungguhnya dari perkembangan yang terakhir.
Setelah terjadinya demonstrasi, orang-orang Khatami telah (secara alami) membikin jarak antara mereka dengan unjuk rasa. “Gerakan reformasi meyakini pendekatan yang damai dan rasional. Gerakan reformasi mengutuk segala bentuk aksi kekerasan dan tekanan,” sitir harian Hayat-e No. Nyatanya, unjuk rasa tidak hanya diadakan mengabaikan larangan resmi terhadap arak-arakan tetapi juga mengesampingkan permohonan para reforman untuk tetap tenang dalam menghadapi reaksi yang tidak menyenangkan dari kaum konservatif terhadap aktivis liberal. Kenyataan ini cukup bisa menyatakan sifat sejati para reformtin sebagai reaksi yang berkebalikan. Kaum reaksioner menentang demostrasi dengan larangan, polisi dan pentungan, kaum Liberal dengan pendapat, “jangan memprovokasi reaksi”. Akan tetapi, apada akhirnya, kedua faksi bermusuhan dengan gerakan masa, yang mereka takuti sebagaimana iblis takut dengan air suci.
Fitnahan Kaum Reaksioner
Suratkabar Konservatif menggambarkanpara pengunjuk rasa sebagai “berandalan dan anti-revolusioner”, menyerukan pada kelompok mahasiswa garis depan untuk mencoba memisahkan diri dari mereka. Seperti biasanya, kaum reaksioner mencoba untuk menyalahkan demonstrasi sebagai “musuh asing”. Hal ini bukanlah sesuatu yang baru ataupun orisinil. Dengan cara yang sama, Kerensky pernah menuduh Bolshevik telah menjadi agen Jerman. Akan tetapi fitnah semacam itu tidak memiliki pengaruh begitu masa melakukan gerakan.
Seperti yang telah terjadi selama unjuk rasa tahun lalu, kita melihat suatu jenis persekutuan antara Khamenei dengan Khatami menentang gerakan masa. Kaum reaksioner tidak berkeberatan dengan kaum reforman selama mereka aktivitas mereka dalam “saluran konstitusional”, selama mereka menerima aturan main yang telah ditetapkan oleh reaksionaris, selama mereka tidak melakukan apapun untuk membangkitkan masa, yang bisa dikatakan, selama mereka tidak bergerak untuk berjuang menuju perubahan. “Selama kubu-kubu dalam sistem ini tidak dengan jelas mendefinisikan posisi mereka dan tidak mengeluarkan radikalitas dari posisi mereka, ada kemungkinan bagi musuh untuk mengambil keuntungan,” tulis Entekhab, sebuah harian yang terbit di Teheran.
Kemarahan kaum reaksioner tidaklah ditujukan hanya kepada para demonstran tetapi juga terhadap pemimpin mahasiswa reformis malang yang telah melakukan yang terbaik untuk mencegah demonstrasi dan menjaga gerakan tetap pada batas yang bisa ditolerir. “Strategi PUK berupa ‘bunga dan senyum’ tidak berlangsung lama. Penyebar kekerasan menciptakan insiden yang lainnya,” sembur harian garis keras Resalat. Kaum Liberal yang terkemuka tidak memerlukan waktu untuk terbujuk. “Mereka yang menjadi ekstrim, jelas bukan termasuk gerakan mahasiswa. Wakil mahasiswa adalah mereka yang membagikan bunga pada hari Sabtu,” ucap Meysam Saeedi, seorang anggota parlemen dan mantan “pemimpin” mahasiswa.
Akan tetapi pernyataan para reforman yang menyedihkan hanya memberikan keberanian bagi kaum reaksioner, beberapa orang melakukannya lebih jauh dan menyalahkan sekutu Khatami dan lembaga pemerintahan atas adanya unjuk rasa dengan kekerasan. Hal ini merupakan usaha yang jelas untuk menakuti para reforman (bukan sebuah tugas yang sangat sulit!) dan membuat mereka mengutuk gerakan masa (fuga bukan sesuatu yang sangat susah). Menulis dari Teheran pada hari Minggu, 9 Juli, dalam sebuah artikel yang bertajuk “Reforman Iran Memaklumatkan Kekerasan di Jalan”, Mehrdad Balali menyatakan bahwa “sekutu reformis Presiden Mohammed Khatami pada hari Minggu menjauhkan diri dengan arak-arakan prodemokrasi pada akhir minggu, yang memiliki target pada jantung sistem pemerintahan agamis.” Suratkabar reformis mencoba untuk memaparkan pertikaian antar kelompok, bukannya memberikan liputan terhadap peristiwa-peristiwa penuh damai untuk mendukung reformast liberal Khatami, yang ditekan oleh penindakan keras konservatif terhadap press independen dan aktivis liberal.
Setelah unjuk rasa itu para pemimpin reformis bahkan mencoba untuk mengklaim bahwa para mahasiswa tidak terlibat. Persatuan Upaya Konsolidasi, kelompok mahasiswa pro-reformasi terbesar, dengan cepat mengingkari para perusuh. “Para demonstran bukan mahasiswa,” sanggah kelompok itu dalam sebuah pernyataan. “(Mahasiswa) tidak ada kaitannya dengan insiden ini.” Hal ini jelas-jelas sebuah kebohongan. Kenyataannya adalah gerakan ini dimulai oleh mahasiswa militan, tetapi mereka digabungi oleh orang awam Iran, terutarna kaum miskin. Guardian (10 Juli) menulis: “Sebuah tantangan baru kepada pemerintahan Presiden Muhammad Khatami yang bangkit dalara kemunculan demonstrasi pada akhir minggu di pusat kota Teheran dimana ribuan rakyat miskin Iran bergabung dengan pelajar universitas dalara sebuah pertempuran dengan ekstrimis Islam.”
“Koalisi spontan pada hari Sabtu malam, yang terdiri dari mahasiswa dan rakyat Iran, menuntut perbaikan kondisi sosial, menandai sebuah titik balik dalara perjuangan untuk mendefifnisikan kembali Republik Islam.”
“Setahun yang lalu, para mahasiswa-lah terutama vang menuntut reformasi politik dan kebebasan lebih. Sekarang, teriakan akan perubahan datang dari masyarakat lapisan utama.” (Penekanan saga, AW.)
Hal ini adalah sebuah perkembangan vang sangat penting. Pergerakan yang mulai menjadi gerakan bagi reformasi demokratis ditranformasikan menjadi sebuah gerakan revolusioner dimana para buruh bergabung dengan mahasiswa di jalanan, dan memenuhi tuntutan demokratis dengan membangun sebuah kelas. Bagi para pekerja dan petani, dernokrasi bukanlah sebuah pertanyaan abstrak yuridis. Perjuangan bagi hak-hak demokratis hanya masuk akal apabila hal itu dikaitkan dengan perjuangan untuk sebuah perbaikan kondisi material masyarakat. Alasan sejati bagi adanya demonstrasi, serta partisipasi kaum miskin dan tertindas bahu-membahu dengan paramahasiswa, dijelaskan dalara artikel Guardian yang sebelumnya pernah dikutip: “Bahkan sebelum unjuk rasa hari Sabtu di Teheran, yang meninggalkan belasan orang terluka serius setelah para pejuang Islam menggunakan pentungan kayu untuk menghajar para pengunjuk rasa, demonstrasi menentang kurangnya listrik dan air minum yang dibawah standar telah meletus disejumlah kota, termasuk dipusat minvak, Abadan, didekat perbatasan Irak.” (Penekanan dan saga, AW.)
Fakta bahwa unjuk rasa telah menvebarluas ke kota-kota lainnya, dan khususnya wilayah-wilayah penghasil minyak, pastilah telah memberikan firasat yang dalam di Teheran. Kami harus mengingatkan bahwa perjuangan menentang Shah vang paling menentukan adalah vang dilancarkan oleh pekerja tambang minvak pada tahun 1979. Masyarakat telah bergabung dalam perjuangan para mahasiswa, tapi telah menambahkan tuntutan independen mereka sendiri bagi peningkatan standar hidup, upah dan kondisi hidup. Bagaimanapun juga, akan merupakan suatu hal yang salah untuk mengasumsikan bahwa motif yang sesungguhnya dari protes ini adalah.kondisi material masyarakat yang semakin memburuk. Tuntutan akan kekurangan listrik serta air minurn yang burukmeskipun hal ini juga pentrog-hanyalah percikan vang telah menyalakan sebuah pemantik yang telah dipersiapkan lama lebih dahulu. Setelah dua puluh tahun diperintah oleh para mullah yang korup dan reaksioner, kaum pekerja Iran telah muak. Sebuah perubahan fundamental masyarakat-tidak kurang dari itu-yang akan memuaskan mereka. Hal ini berarti bahwa perkembangan revolusioner di Iran hanyalah merupakan masalah waktu.
Kaum Imperialis Khawatir
Kejadian di Iran diikuti dengan penuh perhatian oleh Washington dan Brussel. Bukanlah sesuatu diluar kesengajaan jika segera setelah kemenangan Khatami dalam pemilihan umum, pejabat administrasi Clinton, untuk pertama kalinya dalam hampir dua dekade, menyatakan kemungkinan sebuah pemulihan hubungan baik dengan Iran. Pejabat administrasi Clinton menghapuskan larangan impor terhadap karpet Persia, kaviar dan pistachio (sejenis kenart hijau-penerj.) dart Iran Maret lalu sebagai sebuah proposisi pembuka terhadap Teheran. Dari sisi mereka, kaum reforman akan menerima investor AS setelah hubungan dingin selama dua dekade dan menunggu Amerika Serikat “melakukan langkah pertama”, sebagaimana yang dikutip dari pernyataan kementerian luar negeri negara itu. “Dari pihak kauri jalan itu terbuka bagi perusahaan Amerika untuk datang ke Iran dan menjadi aktif di sini,” demikian ucap Kamal Kharazzi terhadap mingguan Jerman Der Spiegel dalam sebuah wawancara baru-baru ini. Akan tetapi berlawanan dengan pemerintah Eropa, Amerika Serikat masih memblokir kesepakatan bisnis besar, terutama dalam industri minyak. Para reforman umumnya berkenan dengan restorasi hubungan yang normal dengan AS tetapi adalah masalahnya adalah terlalu sedikit dan terlalu terlambat.
Kunjungan Presiden Khatami ke Jerman adalah sebuah indikasi akan perhatian nyata dari ulama “moderat”. Mereka berkeinginan untuk membangkitkan kembali pertalian dengan Eropa Barat dan AS, yang putus sejak revolusi Islam tahun 1979 di Iran menggulingkan Shah dan militan Islam menyandera 52 sandera Amerika di Kedutaan Besar AS di Teheran selama 444 hari. Eropa Barat membekukan hubungan dengan Iran setelah pada tahun 1997, pengadilan Jerman memutuskan bahwa pembunuhan atas empat orang pembelot Iran pada tahun 1992 di Berlin, telah diperintahkan mereka yang berada pada tingkat tertinggi di Teheran. Akan tetapi Kharazi berkata bahwa kini semua adalah masa lalu. “Tidak ada yang perlu diragukan dalam hal itu,” Kata Kharazzi kepada Der Spiegel. “Kami ingin memandang ke depan dan akan lebih melihat pada kemungkinan-kemungkinan yang dapat membawa kita bersama dekat.” Kharazzi mengundang Jerman untuk menggelembungkan aliran ekonomi dengan Iran, mengatakan bahwa rencana pembangunan Iran sekarang ini membutuhkan investasi total sebanyak $13 milyar. “Dan kami berharap bahwa kisaran proyek semacam itu menarik minat banyak negara, termasuk Jerman,” dia menjelaskan.
Karakter pro-borjuis dari reforman Iran dengan demikian cukup jelas dan tidak asing di Barat. Imperialis berkeinginan untuk menyandarkan diri pada sayap Khatami untuk menghambat sebuah revolusi dan, secara tidak sengaja, membuka sebuah pasar yang sangat menguntungkan. Akan tetapi kenyataan ini tidak dengan demikian melambangkan sebuah kelebihan dari para reforman didalam Iran itu sendiri. Sentimen antiimperialis masih tetap kuat diantara masyarakatsebuah fakta yang oleh sayap Khamenei dicari untuk keuntungan mereka sendiri. Pada suatu tingkat dimana ekonomi pro-pasar milik kaum reforman secara berkebalikan memberikan pengaruh terhadap standar hidup masyarakat, hal itu hanya untuk mengakselerasi kurangnya dukungan mereka. Bukan tanpa alasan Khamenei menyalahkan kekuatan Barat atas keresahan sosial negara tersebut, mengatakan bahwa mereka merencanakan untuk menghancurkan republik Islam itu sebagaimana yang telah mereka lakukan terhadap Uni Soviet. “Bagaimana bisa Amerika dan Inggris, yang bertanggungjawab atas penderitaan di Iran selama 50 tahun, sekarang mendukung reformasi?” tanya Khamenei demagogis.
Ide dalar bahwa imperialis Amerika dan Eropa bertindak sebagai juara demokrasi di Iran hanya sekadar menjadi bahan tertawaan. Orang-orang ini adalah juara kediktatoran brutal dari Shah hingga dia digulingkan oleh rakyat Iran. Bagaimana mungkin sekarang mereka mengklaim sebagai pembela demokrasi sekarang? Kemunafikan ini semata hanya ingin untuk mencegah sebuah revolusi di Iran dimana kekuasaan akan pindah ke tangan rakyat. Mereka ingin menerapkan rezim demokrasi-semu lemah yang akan mengizinkan mereka menjarah kekayaan minyak Iran dan melemahkannya menjadi sebuah negara satelit balti Barat.
Para pengunjuk rasa, betapapun juga, tidak berdemonstrasi menentang kapitalisme, tetapi menentang rezim reaksioner para mullah. Dengan melakukan hal seperti itu, mereka, dalara kenyataannya, menentang basis sistem Islami, menyerukan diakhirinya pemerintahan ulama di Iran dan menuntut sebuah referendum untuk demokrasi. Hal ini secara langsung mengajukan pernyataan tentang kekuasaan di Iran. Pertanyaan itu berbunyi: siapa yang akan menjadi panitia referendum itu? Siapa yang akan menjamin hakhak demokratis bagi rakyat? Segala macam pembicaraan tentang demokrasi akan tetap merupakan sebuah omong kosong, sepanjang negara itu, tentara dan polisinya ada ditangan para mullah dan kroni-kroninya. Kaum reforman pro-borjuis tidak dapat menjawab pertanyaan ini. Mereka terlalu takut dengan masyarakat untuk memimpin sebuah perjuangan yang murni bagi demokrasi.
Satu-satunya kekuatan yang murni tertarik dengan demokrasi di Iran adalah kelas buruh dan sekutu alaminya-kaum tani miskin dan kaum miskin kota, ditambah rakyat kelas menengah kebawah, para mahasiswa, penjaga toko kecil, bazaaris dan semacamnya, yang akan merninta pada kaum proletar untuk memimpin, disaat kelas buruh dimobilisasikan dalara perjuangan untuk merubah masyarakat.
Hal itu merupakan tugas semaa anggota kelas pekerja yang sadar untuk berjuang bagi terwujudnya kebijakan kelas independen. Dalara hal ini, perjuangan untuk demokrasi bisa menjadi langkah pertama dalam perjuangan revolusioner, menuju adanya transformasi sosialis dalara masyarakat. Syarat yang pertama, bagaimanapun juga, adalah putus total hubungan dengan kaum Liberal borjuis. Jangan percaya dengan Khatami! Rakyat pekerja harus bersandar hanya pada kekuatan mereka sendiri untuk mengakhiri kediktatoran para mullah!
Unjuk rasa yang terakhir diadakan dalam rangka peringatan pemberontakan mahasiswa pada 8 Juli tahun silam. Protes ini berakhir dengan represi berdarah dan penangkapan para pemimpin. Akan tetapi seperti yang telah kami prediksi pada waktu itu, langkah mundur hanya akan merupakan hal yang sementara: “Dengan adanya kelangkaan pemimpin, represi akan memiliki dampak berupa penundaan gerakan secara temporer, tetapi pasti dengan imbalan berakibat ledakan yang jauh lebih memakan korban dan tidak terkontrol di suatu hari nanti.” (The First Shot of the Iranian Revolution, 17 Juli 1999.) Prediksi ini sekarang telah sepenuhnya dibenarkan oleh peristiwa-peristiwa tersebut. Perjuangan akan terus berlanjut, dengan segala pasang surutnya yang tak terelakkan, hingga sebuah penanganan yang menentukan dilakukan.
Tentang buku ini
Bukuini mewakili sebuah kontribusi yang pentrog bagi pemahaman kita tentang revolusi Iran. Pengarang mempunyai segala hal yang dibutuhkan dalam melaksanakan tugasnya, merupakan seorang partisipan yang menonjol dan berpengalaman dalara gerakan Marxis dan gerakan buruh di Pakistan, dengan hubungan lama yang dijalin dengan Iran maupun Afghanistan. Karyanya ini akan berguna terutama di Barat dimana disitu dipercaya secara universal bahwa revolusi tahun 1979 adalah sebuah gerakan fundamentalis Islam yang dipimpin oleh Ayatullah Khomeini yang mendorong Iran kembali ke abad ke-6. Pandangan ini telah disebarluaskan dengan baik oleh yang berkuasa, yang memiliki sebuah vested interest dalam mendiskreditkan ide dasar revolusi dalam pikiran kelas pekerja di Barat. Hal seperti itu, dalam kenyataannya, adalah sebuah kebohongan yang keji.
Dr. Zayar, mengutip dari beragam sumbersumber yang orisinil, membuktikan dibalik bayangan keraguan, bahwa gerakan pada tahun 1979 adalah sebuah revolusi proletar yang dikhianati oleh para pemimpinnya, membuat terjadinya sebuah kontrarevolusi dimana para mullah merampas kekuasaan dengan mengisi kekosongan kekuasaan. Kaum buruh dan rakyat Iran telah membayar dengan harga yang mahal atas penghianatan ini selama dua puluh tahun terakhir, tetapi, seperti yang telah kita lihat, sekarang telah terpulihkan semangat juangnya dan memulai perjuangan yang telah diinterupsi oleh kontra revolusi Khomeini. Pengarang juga memberikan pada kita latar belakang sejarah yang kaya, termasuk banyak material yang akan menjadi tidak familier bagi pembaca di barat. Adalah suatu ketidakberuntungan yang besar bagi orang-orang di barat karena tidak mengenal pencapaian yang menakjubkan dari peradaban di timur, dimana Persia memiliki posisi yang istimewa. Kenyataan bahwa Asia dan Timur Tengah, seperti halnya semua negara kolonial dan semi-kolonial, telah mendapatkan perkembangan sejarah mereka terhambat dan dikerdilkan oleh dominasi penjarah imperialis yang telah mengaburkan kontribusi yang mengagumkan dari negara-negara ini terhadap kebudayaan umat manusia, seni dan ilmu pengetahuan.
Langkah mundur kebudayaan akhir-akhir ini diperburuk oleh kelicikan fundamentalisme yang menganggap pengabaian dan kesempitan pikiran sebagai kebenaran nyata. Dalam poin kenyataan, periode terbaik dari peradaban Islam, ketika negara seperti Iran memberikan kontribusi besar bagi peradaban manusia, dikarakterisasikan dengan toleransi dan keterbukaan pikiran. Hanya atas sebuah basis semacam itu perkembangan dari seni, ilmu pengetahuan, dan pikiran manusia dalam perkembangan umum bisa merdeka dan menjulangkan diri mereka sendiri pada ketinggian yang sebenarnya. Hal itu merupakan tugas kaum proletar, dengan dipersenjatai oleh program Marxisme berdasar keilmuan, untuk mempertahankan penaklukan kebudayaan manusia dan untuk berjuang melawan pengabaian dan pengaburan dalam segala bentuk penyamarannya.
Kaum pekerja membutuhkan sebuah pemahaman keilmuan dalara rangka untuk mempersenjatai diri dalam merubah masyarakat. Pemahaman semacam itu hanya bisa didapatkan dari Marxisme. Begitu kaum pekerja Iran telah dipersenjatai oleh program tersebut, kebijakan dan metode Marxisme, maka mereka takkan terkalahkan. Sebuah negara sosialis Iran, berdasar atas nasionalisasi sarana dan produksi dan sebuah sistem ekonomi terencana dibawah kontrol demokratis dan administrasi kaum buruh, akan berada dalam sebuah posisi yang bisa memobilisasikan potensi produktif yang menakjubkan, dari apa yang seharusnya menjadi sebuah negara yang kaya raya dan sejahtera bagi keuntungan semua orang secara keseluruhan, bukan hanya sejumlah pengeduk keuntungan, baik itu yang memakai sorban mullah ataupun jas bikinan desainer Amerika.
Perkembangan semacam itu akan menandai sebuah renaisans baru bagi kebesaran negara Iran, dengan berseminya seni, kesusastraan, puisi dan ilmu pengetahun. Hal itu tidak akan berhenti hanya disebatas wilayah Iran. Contoh dari demokrasi kaum buruh Iran akan bertindak sebagai sebuah mercu suar bagi rakyat yang tertindas dimanapun juga. Rezim yang penuh kebencian, Taliban, di negara tetangganya Afghanistan, tidak akan bertahan Iebih dari seminggu dibawah keadaan seperti itu. Juga tidak kediktatoran Saddam Hussein, atau rezim reaksioner dan busuk di Arab Saudi dan Negara-Negara Teluk. Dalam segala segi, revolusi Iran adalah kunci bagi Timur Tengah dan, dalam pandangan tertentu, bagi dunia.
Sebuah tanggung jawab yang berat dengan demikian dibebankan diatas pundak generasi baru dari kaum revolusioner Iran, terutama kepada kaum muda. Mahasiswa Iran telah menunjukkannya dengan keberanian mereka, bahwa mereka adalah anak-anak revolusi 1979 yang cukup berharga. Akan tetapi keberanian tidaklah cukup untuk menjamin adanya kejayaan. Perlu ditandaskan bahwa generasi baru dari para pejuang harus memperlengkapi dirinya dengan teori dan program Marxisme. Juga merupakan sesuatu yang penting bahwa mereka harus belajar dengan hatihati tentaug pelajaran-pelajaran yang telah terjadi di masa lampau, karena dia yang tidak belajar dari sejarah akan selamanya ditakdirkan untuk mengulanginya. Karya berikut ini menyediakan semua hal yang dibutuhkan bagi kepentingan ini. Dengan demikian saya tidak ragu sama sekali untuk merekomendasikannya kepada kaum muda di Iran. Bacalah, belajarlah darinya, dan temukan sebuah jalan bagi kaum buruh. Dengan cara seperti itu, maka kejayaan akan bisa dipastikan.
London, Agustus 2000.
DAFTAR ISI
Bab II. Catatan Atas Sejarah Iran
Bab IV. Revolusi Februari 1979
Bab V. Basis Fundamentalisme Iran
Bab VI. Ekonomi Kontra Revolusi