Bukan Soal ‘Bad Mining’: Kapitalisme sebagai Masalah Ekologis
Mereka menyalahkan rakyat pekerja untuk menutupi akar masalahnya. Sementara mereka sendiri di biang kerusakan lingkungan.
Mereka menyalahkan rakyat pekerja untuk menutupi akar masalahnya. Sementara mereka sendiri di biang kerusakan lingkungan.
Mereka yang menikmati hasil dari kerusakan alam ini menyebutnya sebagai karunia Tuhan, tetapi bagi mayoritas kelas pekerja bencana ini adalah penderitaan yang tak terelakkan. Sistem kapitalisme hanya mementingkan keuntungan segelintir parasit kapitalis, dan mereka tidak peduli dengan dampaknya pada alam dan manusia.
Revolusi tidak lahir dari spontanitas massa semata, ia membutuhkan kepemimpinan revolusioner yang sudah ditempa jauh sebelum krisis meledak. Bolshevik menunjukkan bahwa hanya partai revolusioner yang teruji yang mampu mengubah spontanitas massa menjadi kemenangan revolusi sosialis.
Banjir di Sumatera Utara bukan ulah manusia, tetapi akibat kelas penguasa yang mendukung deforestasi demi keuntungan segelintir. Bencana ini mengorbankan lebih dari 600 nyawa, merekalah yang bertanggung jawab atas bencana ini.
Ketika negara sebagai instrumen kelas penguasa tampak berbalik mengendalikan sebagian tuannya, sebagaimana pada Napoleon dan Putin, kita berhadapan dengan gejala Bonapartisme yang telah lama dikaji dalam tradisi Marxis.
Di balik kecepatan proyek kereta cepat, China mengambil peran sebagai kreditor raksasa, proyek ambisius ini justru memperlihatkan bagaimana imperialisme bergerak.
Rakyat pekerja AS sedang belajar dari Zohran. Pelajarannya jelas: kaum sosialis harus terus berkata jujur bahwa tanpa menggulingkan kapitalisme, program Zohran tidak akan bisa diwujudkan.
Meskipun sering disebut sebagai bencana alam, kenyataannya perubahan iklim yang kita hadapi saat ini adalah dampak langsung dari perusakan lingkungan yang dilakukan oleh kelas kapitalis, yang hanya mengejar keuntungan.
Revolusi yang menggulingkan rezim-rezim lama di Sri Lanka dan Nepal menunjukkan kekuatan massa, namun tanpa kepemimpinan revolusioner yang jelas, kemenangan tersebut hanya kemenangan semu, tanpa perubahan struktural yang nyata.
Pada 25 Agustus, tuntutan “Bubarkan DPR” muncul spontan dari massa yang tidak terorganisir, terutama anak muda. Aksi ini menjadi cerminan ketidakpuasan yang sudah dipersiapkan lama oleh kondisi objektif, yakni krisis kapitalisme dunia.