
Pemilu 2024 dan Kebusukan Demokrasi Borjuis
Dalam pemilu yang oleh banyak pakar dinilai sebagai pemilu paling kotor, “Jenderal Kehormatan” kita menang telak dengan 58% suara.
Dalam pemilu yang oleh banyak pakar dinilai sebagai pemilu paling kotor, “Jenderal Kehormatan” kita menang telak dengan 58% suara.
Prabowo menang pemilu. Kaum liberal dan kiri menyebar fobia akan datangnya kediktatoran.
Ekspose yang dilakukan oleh Dirty Vote sebenarnya sangatlah tipikal atau lazim dari ekspose kaum liberal terhadap kebobrokan sistem politik dan ekonomi yang ada.
Semua parpol borjuis berbicara mengenai kesejahteraan rakyat, tetapi dalam tindakannya mereka senantiasa membela kesejahteraan kapitalis.
Jika kita mencoba melakukan introspeksi, aksi golput dilakukan karena tidak adanya politisi yang mampu mewakili rakyat Indonesia. Dengan demikian, perjuangan ini tidak cukup dengan hanya mengajak masyarakat untuk golput.
Tapi apa yang dibutuhkan? Berikut perspektif kami. Selamat membaca.
Setelah sampah-sampah yang berserakan di Petamburan dibersihkan, rakyat pekerja hanya bisa kembali ke rutinitas sehari-hari mereka: terperangkap dalam kemiskinan, kesengsaraan, pembodohan, dan degradasi mental tanpa akhir; sementara yang berkuasa – pemilik modal dan perwakilan-perwakilan politik mereka yang bisa kita temui di kedua kubu 01 dan 02 – akan tetap tambun dan sejahtera wal’afiat
Siapapun yang menang dalam pemilu ini, pemerintahan yang ada akan tetap menjadi pemerintahan yang membela kepentingan kaum pemilik modal.
Golput telah menjadi ekspresi penolakan politik borjuasi yang ada.
Sekilas posisi wakil presiden dalam pemerintah tidaklah menentukan. Selama 5 tahun terakhir, siapa yang ingat dengan Jusuf Kalla atau wapres-wapres lainnya? Namun, proses penunjukan cawapres mencerminkan sesuatu yang lebih dalam.
Dengan semakin dekatnya Pilkada serentak 2017, buruh dihadapkan dengan pertanyaan seputar keterlibatan mereka dalam “festival demokrasi” ini.