“One Piece” – Simbol Perlawanan Generasi Kita
Dalam dunia yang dikuasai oleh kapitalisme dan ketidakadilan, One Piece muncul sebagai simbol revolusi bagi kaum muda yang haus akan perubahan.
Dalam dunia yang dikuasai oleh kapitalisme dan ketidakadilan, One Piece muncul sebagai simbol revolusi bagi kaum muda yang haus akan perubahan.
“Hantu One Piece” menghantui kelas penguasa, mewakili ketidakpuasan rakyat terhadap korupsi dan ketidakadilan. Represi yang dilakukan penguasa justru menunjukkan kelemahan mereka dalam menghadapi krisis kepercayaan yang semakin memuncak.
“Surga terakhir di bumi” kini dirusak oleh pertambangan nikel. Raja Ampat yang dulunya memukau dunia dengan keanekaragaman hayatinya, kini terancam tanah gundul dan laut tercemar. Raja Ampat korban rakusnya sistem kapitalis yang mengorbankan warisan alam demi profit sesaat.
Gerakan rizomatik, dengan segala romantisme “perlawanan kecil” dan “tindakan sehari-hari”-nya, sesungguhnya adalah manifestasi dari demoralisasi yang menyamar sebagai strategi revolusioner di tengah krisis kapitalisme yang justru membuka peluang perubahan besar.
Pemerintah Indonesia berencana menerbitkan buku sejarah nasional sebagai acuan pendidikan. Namun, di balik tujuan itu, mereka menutupi fakta sejarah demi kepentingan politik penguasa.
Setelah serangan besar Israel terhadap Iran, dunia kini dihadapkan pada potensi perang besar-besaran yang akan mengguncang ekonomi global dan memperburuk kondisi kelas pekerja.
Kita sedang berada di tengah arus perubahan yang luar biasa. Tanpa perspektif yang tepat, kita akan kehilangan arah di tengah badai yang kian menderu.
Bursa kerja di Cikarang Utara yang sempat memicu kericuhan menjadi bukti nyata bahwa di bawah kapitalisme, rakyat pekerja dan kaum muda harus berjuang keras hanya untuk memperoleh pekerjaan yang layak.
Badai PHK melanda Indonesia dengan intensitas yang semakin meningkat. Dari sektor garmen hingga elektronik, semakin banyak pekerja yang kehilangan pekerjaan mereka. Bencana ekonomi yang dipicu oleh perang tarif global ini semakin memperburuk kondisi sosial-ekonomi yang sudah rentan, terutama bagi kelas buruh.
Meski pemerintah berusaha menanggulangi premanisme dengan membentuk satgas khusus, kenyataannya masalah ini adalah produk dari sistem kapitalisme yang mengakar, menciptakan ketimpangan sosial yang memunculkan kelompok preman.