Tulisan ini adalah kritik atas artikel Mochtar Naim, seorang sosiolog, yang dimuat di media Kompas belum lama ini (1/10/12), Artikel Naim yang berjudul “Menghapus Korupsi” mengetengahkan sebuah logika penyelesaian yang pada dasarnya moralistik—dan oleh karenanya absurd—mengenai persoalan korupsi. Terdapat tiga pendekatan yang sedang diajukan oleh Naim: yakni pendekatan psiko-teologi, multilevel dan multifaset, dan pendekatan kultural. Kita akan mengupas satu per satu pendekatan ini dan menunjukkan kebuntuan dari tiap-tiap solusi tersebut.
Sosialisme untuk Buruh Migran
Buruh-buruh Asia, secara lintas-negara maupun secara langsung lewat penempatan buruh migran, dibenturkan satu sama lain oleh kapitalis yang berlomba-lomba menurunkan gaji buruh demi profit.
Buruh Migran dan Kekuatan Politiknya
Tulisan ini tidak sedang menyuguhkan sebuah apresiasi yang underestimate atau tidak pula akan memberikan sebuah prognosis yang overestimate atas kekuatan buruh migran.
Setelah Getok Monas, Lalu Kemana?
Setelah eforia dari Getok Monas ini sedikit berlalu, dan debu yang dilontarkan oleh derap langkah buruh sudah sedikit mereda, saatnya kita melihat ke sekeliling kita untuk sejenak, untuk melihat apa-apa yang dapat kita panen dan apa yang harus kita tuai untuk ke depan. Dengan bekal ini, kita bawa tatapan kita ke depan, menyongsong gebrakan buruh yang tak ayal pasti akan lebih besar lagi.
Jokowi dan Pertanda Politik yang Sesungguhnya
Terhentak oleh fenomena Jokowi-Ahok, para pengamat politik segera mencari-cari penjelasan yang bisa membuat dunia mereka “bulat” dan “rasional”. Mereka mencari pertanda-pertanda yang dapat membuat tidur mereka nyenyak, setidaknya untuk malam ini sebelum fenomena politik lainnya mengusik ketenangan mereka.
Bergerak Getok Monas: Buruh Butuh Partai Politik
Tidak ada jalan lain untuk memperkuat posisi politik kelas buruh dalam percaturan politik di negeri ini selain segera mendirikan partai buruh. Kaum buruh harus tidak boleh lagi dijadikan komoditas politik bagi partai-partai borjuis. Buruh akan terus menjadi obyek tipu-tipu jika wacana pembentukan partai politik ini tidak segera dipropagandakan secara luas dan sistematis.
Reportase Awal Mogok Nasional 3 Oktober
Berikut adalah reportase awal aksi-aksi buruh pada Getok Monas, yang dikumpulkan dari berbagai sumber media massa, jejaring sosial, dan beberapa pengamatan dari lapangan oleh sejumlah kamerad Militan. Luar Biasa! Tidak ada kata lain yang bisa menggambarkan suasana kemarin. Buruh turun ke jalan dan mogok se-Indonesia. Mogok umum nasional yang pertama dalam setengah abad sungguh tidak mengundang kekecewaan apapun dalam pengharapannya sebagai satu titik balik historis dalam gerakan buruh Indonesia.
Mogok Umum Nasional Pertama dalam 50 Tahun: Apa artinya?
Tiga Oktober akan kita saksikan sebuah peristiwa penting di dalam gerakan buruh Indonesia. Untuk pertama kalinya dalam 50 tahun, buruh akan melakukan mogok umum nasional yang diperkirakan akan melibatkan 2 juta buruh. Ini akan membuka sebuah babak baru di dalam perjuangan kelas di Indonesia
Tragedi 30 September: Berhenti Berkeluh Kesah
Kita masih harus terus berjuang melawan propaganda kapitalis yang mencoreng kebenaran sejarah Indonesia. Namun ada bahaya kalau ini semua hanya menjadi ritual keluh-kesah tahunan.
Benang kusut keagrariaan, kapan terurai?
Menyikapi Hari Tani Nasional belum lama ini, sejumlah pengamat politik dan penggiat masalah agraria berlomba-lomba menggambarkan betapa kusutnya keagrarian kita. Dengan semangat yang menggebu-gebu, mereka pun menuntut pemerintah untuk menyelesaikan masalah agraria dengan berbagai skema dan program. Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria, Idham Arsyad, berkeluh kesah bahwa “meski sudah berganti abad, masalah-masalah agraria tak kunjung teratasi. Kemiskinan, pengangguran, konflik, dan proletarisasi petani masih terus mewarnai wajah pedesaan kita sampai hari ini.” (Kusutnya Keagrarian Kita, Kompas, 25 September 2012) Yah, sebatas itulah perspektif dari penggiat agraria kita. Arsyad hanya mendiskripsikan ketimpangan-ketimpangan yang terkait dengan persoalan kepertanahan. Sementara solusi fundamental untuk masalah keagrariaan dan analisis mengenai sebab-sebab kekusutan keagrariaan tersebut tidak dimunculkan—atau tidak menjadi poin penting dalam tulisannya.